SEMARANGUTARA, AYOSEMARANG.COM - Rutinitas Immanuel Pandiangan sebagai Chief Officer Kapal Gas Attaka hari itu berbeda. Dia kedatangan tamu dari para pewarta Kota Semarang untuk menengok bagaimana tim dan kapalnya bekerja sebagai ujung tombak distribusi gas di Jawa Tengah.
Begitu menaiki kapal, Immanuel dengan ramah mengarahkan para pewarta ke sebuah ruangan layaknya ruang tamu atau barangkali tempat berkumpul para awak kapal. Mungkin kehadiran pewarta ini memang sudah disiapkan karena di meja ruangan itu sudah terdapat berbagai jamuan sederhana berupa makanan ringan.
“Selamat datang di kapal kami, kapal Gas Attaka. Tidak banyak yang bisa kami berikan, sederhana saja, karena memang saban harinya kami juga penuh kesederhanaan,” ungkapnya.
Para pewarta yang tiba di Kapal Gas Attaka langsung diimbau untuk tidak menghidupkan ponsel dan kamera. Pasalnya di bagian geladak kapal terdapat dua tangki yang menampung kapasitas 1700 metrik ton gas untuk didistribusikan ke berbagai daerah di Jawa Tengah.
Baru kalau masuk ke anjungan, boleh menghidupkan telepon dan kamera. Di bagian ini memang jadi pusat kehidupan para awak kapal karena juga disediakan wifi untuk berkomunikasi dengan orang luar, sarana hiburan, kamar tidur dan kemudi.
Saat menjamu di sebuah ruangan tadi, Immanuel lalu bercerita bagaimana kehidupannya di Kapal Gas Attaka.
Kata Immanuel selama bertugas dia tidak boleh turun kapal karena itu bagian dari kontrak kerja. Apabila melanggar tentu ada tegurannya bahkan ada sanksi.
"Selama pengiriman kami tidak boleh turun kapal. Itu sudah bagian dari SOP kami dan waktu kami kerja 5 bulan sekali," katanya.
Dalam menjalankan distribusi, Kapal Gas Attaka mengambil gas dari Tanjung Sekong Banten baru kemudian diantar menuju Kota Semarang dan Jawa Tengah.
Lebih jauh Immanuel menuturkan dalam satu Kapal Gas Attaka punya kapasitas 1700 metrik ton dengan jumlah dua tangki.
Dalam melakukan distribusi, awak Kapal Gas Attaka perlu punya komitmen tinggi karena kebutuhan gas elpiji yang mendesak.
"Biasanya kendalanya adalah pada cuaca. Namun sebisa mungkin kami tidak boleh mengurangi speed dalam mendistribusikan gas elpiji," katanya.
Prosesi bongkar muat gas elpiji dari kapal ke dermaga yang memerlukan prosedur tinggi. Dalam proses penyaluran gas juga harus berhati-hati dan satu-satu dengan mengatur stabilitas serta keseimbangan kapal.
"Kapal kita ini kan besi di atas air ya, jadi kalau kita bisa mengaturnya dengan kargonya kita setorkan setengah-setengah dulu agar tidak terjadi pendongakan atau kemiringan," katanya.
Semua distribusi itu dilakukan bolak-balik dari Semarang ke Tanjung Sekong selama satu minggu. Jadi dalam satu bulan, Kapal Gas Attaka bisa empat kali bolak-balik.
Sedangkan sejauh ini yang menjadi kendala hanya cuaca, namun Immanuel bersyukur karena Pertamina Internasional Shipping begitu serius memperhatikan peralatan kerja secara berkala.
“Kebetulan kalau saya kerja di milik PIS tidak ada kendala ya. Semua kapalnya masih bagus. Alat-alatnya dirawat secara daily, mostly jadi itu terpantau. Ada waktu rest hournya juga, kami jalankan. Barang-barangnya kalau diganti, pas diganti jadi untuk kendala secara teknis tidak ada, kendalanya yang paling cuaca aja," pungkas Immanuel yang sudah 15 tahun bekerja di Kapal Gas Attaka.
Jika Immanuel sudah 15 tahun, ada yang lebih senior yakni sang kapten kapal Agus Sapriandono (54). Dia sudah memimpin Kapal Gas Attaka ini selama tiga bulan terakhir.
Memasuki usia setengah abad ini, Agus sudah makan asam-garam lautan karena sudah malang melintang di industri pelayaran hingga tujuan ke luar negeri. Meski demikian, Agus mengaku masih betah berlayar di bawah naungan PT Pertamina International Shipping (PIS).
“Masih ingin bekerja. Nanti kalau pensiun pasti ada waktunya,” ungkapnya.
Selain itu Agus menambahkan menjadi awak kapal atau pelaut memang berisiko harus jauh dari keluarga. Sebab, dia harus berada di kapal selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun.
Namun saat ini, kondisi jauh lebih mending karena kemajuan teknologi. Dengan adanya wifi, para pelaut bisa menghubungi keluarganya kapan saja.
“Dulu waktu di luar negeri, sebulan bisa habis USD 500 dolar untuk telpon saja,” ucapnya.
Kebosanan adalah keniscayaan bagi para pelaut karena berada di satu tempat dalam waktu yang lama. Namun hal itu sebisa mungkin dihindari, maka dalam kebijakan terbaru dari Pertamina saat ini awak kapal hanya diberi waktu 5 bulan saja daripada pada waktu-waktu lalu yang bisa mencapai setahun.
Kemudian selain wifi, ada berbagai fasilitas seperti misalnya karaoke untuk menghibur diri.
“Dikarenakan sering bersama kami juga selalu kompak. Misalnya mencukur rambut bersama, itu semua sering kami lakukan apabila sedang berlayar,” ungkapnya.
Sementara Direktur Armada Pertamina International Shipping Muhammad Irfan Zainul Fikri memastikan kebutuhan seluruh kru kapal.
Misalnya saja waktu bekerja tidak boleh lebih dari 8 jam kecuali kondisi darurat misalnya terjadi blackout atau ada masalah di mesin bisa terhitung overtime.
“Security officer juga akan memantau betul apakah sudah mengalami kelelahan atau belum. Selain itu, lepas jam jaga kapal juga menyediakan fasilitas karaoke, gym hingga tempat ibadah. Para kru jangan sampai merasa bosan karena terus berinteraksi dengan alat atau mesin,” ungkapnya.
Kemudian yang juga tidak pernah luput diperhatikan adalah soal gaji. Ada beberapa perhitungan komponen gaji, termasuk tunjangan jika membawa kargo berbahaya dan tentu saja masih ada tambahan lainnya.
Misalnya saja, dalam bentuk kesehatan asuransi anak istri dan kompensasi serta benefit ini akan terus diupgrade.
“Tugas kami memberikan imbal balik atas performa di atas kapal, karena kru adalah aset dan ketika penugasan nilainya hijau saatnya naik level mereka bisa dapat salary lebih,” papar Irfan.
Dengan range gaji mulai Rp25 juta per bulan hingga Rp 60 juta untuk level master/captain, ini menjadi daya tarik bagi para pelaut muda untuk berkarir di PIS.
“Jumlah ini bervariasi tergantung jenis kapal yang dibawa dan kami ada namanya loyalty program untuk mendorong loyalitas mereka,” imbuhnya. (Ayosemarang.com/Audrian Firhannusa)