Menyoal Dampak Informasi Hoax
Senin, 31 Agustus 2020 Adib Auliawan Herlambang

AYOSEMARANG.COM -- Informasi hoax kembali menelan korban. Polsek Ciracas diserbu dan dirusak massa yang antara lain melibatkan oknum anggota TNI yang telah diakui Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) yang mengatakan akan memecatnya bila terbukti bersalah nantinya.
Penyerangan tersebut dipicu oleh informasi hoax adanya anggota TNI yang dianiaya Polisi, padahal sebenarnya yang bersangkutan mengalami kecelakaan tunggal, bahkan oleh Polisi justru dibantu sehingga segera mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Dari sisi Ilmu Komunikasi memang ada teori yang menyatakan bahwa informasi yang tidak jelas itu cenderung akan lebih dipercaya, utamanya oleh mereka yang tidak memiliki informasi pembanding. Itulah sebenarnya pemicu, penyerangan Polsek Ciracas tersebut.
Dari sisi komunikasi lainnya Teori Entrophy mengatakan bahwa informasi itu akan informatif, apabila mampu menghilangkan ketidakpastian atau kebingungan penerimanya.
Teori tersebut sebenarnya memberikan rambu kepada setiap komunikator bahwa hendaknya diperhitungkan bahwa informasi yang disampaikannya melalui media ( termasuk medsos) sebaiknya mampu menghilangkan katidakpastian atau kebingungan audience.
Pertanyaannya, mengapa informasi hoax tampak makin marak? , Serta bagaimana sebaiknya audience menyikapinya?
Tidak tahu vs Sengaja
Dari sisi penyebar informasi ada dua kemungkinan yang melatarbelakanginya. Kemungkinan pertama karena mereka tidak tahu benar tidaknya informasi yang mereka sebarkan ( diperoleh dari pihak lain), sekaligus mereka tidak memahami kekuatan serta dampak dari informasi yang mereka sebarkannya tersebut , alias tidak melek komunikasi sekaligus teknologinya.
Kemungkinan ke dua justru mereka sangat faham baik fungsi informasi, komunikasi, sekaligus medianya, dan sengaja memanfaatkannya untuk menciptakan kekacauan.
Tanpa harus berprasangka negatif bahwa yang terjadi di Ciracas bisa saja dipicu oleh salah satu di antara ke duanya tersebut.
Yang jelas hal tersebut harus menjadi catatan perlunya perbaikan baik oleh pemerintah bersama DPR, agar UU Penyiaran dan UU ITE dan bila perlu UU Pers serta UU Keterbukaan informasi bisa segera diselesaikan dan diundangkan.
Literasi
Selain itu literasi informasi, komunikasi, serta media , termasuk media digital harus secara intens dilakukan, terutama kepada masyarakat luas, sehingga harapan untuk mampu memilih serta memilah berbagai sajian informasi dari berbagai media bisa mereka lakukan.
Ini merupakan keniscayaan, karena tanpa itu, korban informasi hoax akan terus berjatuhan, dan yang jelas dampaknya sangat tidak mengenakkan, baik seperti contoh kasus Ciracas, serta berbagai informasi hoax yang berkait dengan kekerasan, termasuk kekerasn seksual, bahkan bisnis sex online yang marak pula.
Menutup akses medsos seperti yang dilakukan oleh beberapa negara, bagi Indonesia jelas tidak memungkinkan. Selain bertentangan dengan demokrasi dan HAM, juga sejak tahun 1980 an, Indonesia sudah menerapkan kebijakan open sky policy.
Karena itu pilihannya adalah menyempurnakan UU, sekaligus menggalakkan program literasi informasi, komunikasi dan teknologi komunikasi, sehingga pelan tapi pasti informasi hoax akan terfilter oleh dr facto of selectivity, yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat Indonesia kelak.
Penulis: Drs Gunawan Witjaksana M Si / Dosen dan Ketua STIKOM Semarang
Editor: Adib Auliawan Herlambang