Mengembalikan Kepedulian Sosial Masyarakat
Jumat, 18 September 2020 Adib Auliawan Herlambang

AYOSEMARANG.COM -- Memprihatinkan. Demikian kata yang terlintas dalam benak kita, tatkala kita merasa jengah bercampur jengkel, menyaksikan sikap acuh sebagian kalangan masyarakat yang seakan abai pada orang lain.
Data penambahan tigaribuan orang yang selalu bertambah terpapar Covid-19 setiap hari yang informasinya tersebar melalui berbagai media seolah mereka acuhkan. Bahkan di antaranya yang dengan jumawa mengatakan saya tidak peduli omongan manusia, dan hanya percaya takdir Allah.
Padahal Rasullulah Muhamad SAW pun pernah bersabda bahwa bila menjumpai bahaya, maka menghindarlah.
Dengan demikian, sebenarnya menggunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan itu pada hakekatnya sesuai perintah Rasullulah untuk menghindari bahaya.
Namun, sebagai manusia sempurna yang dikaruniai super ego, kadang tanpa terasa manusia menjadi sombong. Mereka lupa, bahwa Allah juga mengaruniainya kemampuan emphati, yang tujuannya mengimbangi sifat super egonya tersebut.
Bila ini kita kaitkan dengan Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia, termasuk Indonesia, kita merasa cukup prihatin. Kasus covid-19 benar- benar ada, bahkan Sekda DKI Jakarta saja jadi korban, seolah dianggap angin lalu. Bahkan denda dan sanksi sosial hingga membersihkan sungai mereka acuhkan.
Karena itu, yang harus kita renungkan bersama adalah bagaimana upaya mengembalikan Kepedulian sosial masyarakat kita yang sebenarnya pada dasarnya sangat tinggi?
Dupak Bujang
Tampaknya media, utamanya media sosial ( medsos) sangat memengaruhi sikap individualistis sebagian masyarakat saat ini. Keengganan mengikuti protokol kesehatan, utamanya menggunakan masker adalah cukup menonjol.
Meski di tempat- tempat umum seperti di Masjid, telah berjejer informasi wajib bermasker, kenyataannya masih banyak yang abai.
Mungkin mereka tidak sadar bila orang- orang yang bersikap dan perilaku seperti mereka dalam jumlah besar, menyebabkan pemutusan penyebaran Covid-19 akan gagal. Dampaknya pun pemberlakuan PSBB kembali dilakukan, kondisi ekonomi nggak pulih- pulih, dan dampaknya sebenarnya mereka telah rasakan, yaitu kehidupan yang makin berat , akan banyak PHK, dan sebagainya.
Sayangnya, bagi kaum awam logika berfikir seperti itu belum nyampai, sehingga tindakan represif perlu segera dilakukan secara lebih serius.
Kita lalu ingat pepatah lama " esem Bupati, semon Mantri dan dupak Bujang", yang pengertiannya para elit itu cukup dengan senyum serta sindiran, mereka sudah faham. Sebaliknya kaum awam itu perlu tindakan represif, misal dengan denda tinggi, sanksi sosial yang berat, atau bahkan Gubernur Jateng memikirkan hingga di bui sanksinya bila tidak bermasker.
Selain itu, apa yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara dengan hing ngarsa sing tuladha, harus benar- benar dicontohkan para elit, karena melalui berbagai media sering kita saksikan elit yang tidak tertib.
Terintegrasi
Singkatnya, satunya kata dan perbuatan harus kita lakukan bersama. Semua aturan yang ada harus dijalankan dan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Publikasi sanksi yang diberikan pun harus terekspose secara luas, sehingga pelan tapi pasti msyarakat akan makin tertib.
Kita tentu ingat, bagaimana dulu sangat sulit mewajibkan orang menggunakan helm. Namun saat ini bahkan helm yang mahal dan variatif pun banyak digunakan.
Pengintegrasian antara frequensi serta kekontinyuan bersosialisasi terkait protokol kesehatan, teladan nyata dari para elit, dibarengi dengan penegakan disiplin dan hukum tanpa pandang bulu, diharapkan pelan namun pasti penyebaran virus Covid-19 dapat dihentikan, sembari menunggu vaksin serta obat yang pas dan manjur ditemukan, yang tentunya atas Ridlo Allah SWT.
Penulis: Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si / Dosen dan Ketua STIKOM Semarang.
Editor: Adib Auliawan Herlambang