bisnis

Di Balik Turbin dan Laut Jawa, Ada Jejak Cinta PLN pada Bumi

Selasa, 25 November 2025 | 13:45 WIB
PT PLN Indonesia Power Semarang PGU Tambak Lorok merawat cahaya yang menghidupi jutaan rumah di Jawa Tengah dengan energi bersih. (arri widiarto.)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Pada suatu sore di pesisir Tambak Lorok, suara mesin dan turbin terdengar seperti denyut napas sebuah kota yang jarang disadari keberadaannya. Di balik pagar pembangkit yang berdiri menghadap Laut Jawa ini, PT PLN Indonesia Power Semarang PGU Tambak Lorok merawat cahaya yang menghidupi jutaan rumah di Jawa Tengah, sebuah pekerjaan senyap, namun menjadi fondasi dari kehidupan modern.

Masyarakat mungkin hanya mengenal listrik sebagai sesuatu yang otomatis hadir saat saklar ditekan. Namun jauh dari pusat kota, barisan pipa, menara pendingin, dan turbin yang terus berputar menjadi saksi bagaimana energi untuk jutaan keluarga sebenarnya lahir.

Dari sinilah, listrik yang diproduksi mengalir melalui jaringan PT PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY, menjangkau ruang-ruang kecil di pegunungan, pesisir, hingga desa-desa terpencil.

Semarang Power Generation Unit mengoperasikan PLTG, PLTGU, dan PLTU dengan kapasitas total 1.409 MW, sebuah angka yang menempatkan Tambak Lorok sebagai salah satu penopang utama sistem ketenagalistrikan Jawa–Bali. Sejak dibangun pada 3 Oktober 1995, unit ini melewati beragam fase teknologi, hingga total kapasitas pembangkit yang dikelola PLN Indonesia Power pada 2021 mencapai lebih dari 9.000 MW.

Namun perubahan iklim memaksa industri energi di seluruh dunia bergerak lebih cepat. Di Indonesia, tuntutan moral, ekologis, dan ekonomi menuntun transformasi menuju energi bersih. Di titik inilah Tambak Lorok memilih mengubah dirinya.

“Dari kapasitas produksi sekitar 1.280 MW, dalam waktu dekat akan masuk tambahan 780 MW,” jelas Senior Manager PT PLN Indonesia Power Semarang PGU, Flavianus Erwin Putranto, pada Selasa 25 November 2025.

Menurutnya, arah penggunaan bahan bakar kini semakin fokus pada energi yang lebih bersih, terutama gas alam. Pada sistem PLTGU, panas buang dari PLTG dimanfaatkan kembali menjadi uap untuk menggerakkan turbin kedua, sebuah proses yang meningkatkan efisiensi sekaligus menekan emisi.

“Kami memanfaatkan setiap sisa energi dengan optimal. Ini bukan sekadar soal efisiensi, tetapi tentang tanggung jawab ekologis,” ujarnya.

Di Tambak Lorok, energi terbarukan bukan lagi wacana futuristik. PLTS Rooftop dan PLTS Apung yang telah beroperasi mampu menghasilkan 920 kilowatt peak, dimanfaatkan untuk kebutuhan operasional harian, penerangan, pompa kecil, hingga mendukung fasilitas hidrogen. Dampaknya nyata, yakni penghematan operasional mencapai Rp600 juta per tahun, membuktikan bahwa energi hijau tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga rasional secara ekonomi.

Dengan cadangan energi primer untuk 10 hari, unit ini juga memastikan pasokan listrik tetap terjaga stabil. Penggunaan bahan bakar minyak, yang selama ini menjadi penyumbang emisi besar, kini hampir tidak lagi dibutuhkan.

Di antara pipa panas dan langit pesisir yang kadang muram, para teknisi dan operator bekerja nyaris tanpa terlihat publik. Namun dari tangan mereka, cahaya kota tetap menyala, kini dengan jejak karbon yang semakin kecil dan komitmen keberlanjutan yang semakin kuat.

Energi hijau Tambak Lorok tidak berhenti pada listrik. PLN Indonesia Power UBP Semarang kini memainkan peran penting dalam menyokong target Net Zero Emission (NZE) nasional melalui pengembangan green hydrogen, salah satu sumber energi masa depan yang banyak dibicarakan di dunia. Tambak Lorok melakukan first filling excess green hydrogen ke isotube sebagai bagian dari rantai pasok amonia hijau. Kolaborasi dengan PT Pupuk Kujang serta transportir PT Tira Gas memungkinkan hidrogen tersebut diolah menjadi amonia untuk kebutuhan co-firing di PLTU Labuan.

 

“Green hydrogen yang kami hasilkan di H2 Plant PLTGU Tambak Lorok diproses bersama nitrogen menjadi amonia. Amonia inilah yang kemudian digu

PT PLN Indonesia Power Semarang PGU Tambak Lorok merawat cahaya yang menghidupi jutaan rumah di Jawa Tengah dengan energi bersih. (arri widiarto.)
nakan sebagai bahan bakar co-firing, menggantikan sebagian bahan bakar fosil,” jelas Erwin.
Green hydrogen yang diproduksi melalui elektrolisis air dengan energi terbarukan ini membuka jalan baru bagi industri energi lebih bersih, lebih efisien, dan mendukung pengurangan emisi secara signifikan. Penggunaan amonia untuk co-firing terbukti mampu menekan emisi karbon secara substansial dibandingkan penggunaan bahan bakar fosil murni.

Halaman:

Tags

Terkini