nasional

IFW Pertimbangkan Gugat UU BUMN ke MK, Soroti Potensi Kekebalan Hukum Direksi-Komisaris

Jumat, 23 Mei 2025 | 14:19 WIB
Koordinator Indonesia Financial Watch (IFW) Abraham Runga Mali. (Dok. Abraham Runga Mali)

AYOSEMARANG.COM -- Indonesia Financial Watch (IFW), lembaga pemantau keuangan nasional, tengah mempertimbangkan langkah hukum melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap revisi Undang-Undang BUMN. Ketentuan baru yang menyatakan direksi dan komisaris BUMN bukan lagi penyelenggara negara dinilai rawan menurunkan standar akuntabilitas dan pengawasan publik terhadap pengelolaan keuangan negara.

Koordinator IFW Abraham Runga Mali menyatakan bahwa status baru direksi dan komisaris BUMN memiliki konsekuensi hukum signifikan, salah satunya terhadap kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tidak berstatus penyelenggara negara itu juga bermakna bahwa direksi dan komisaris BUMN tak lagi perlu membuat pelaporan berupa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK,” papar Abraham Runga dalam keterangan pers tertulis, Jumat 23 Mei 2025.

Menurutnya, status baru ini dapat menjadikan para pengelola BUMN tidak lagi tunduk pada standar pengawasan yang sama seperti pejabat publik lainnya. Mereka akan diperlakukan setara dengan pengelola perusahaan swasta yang hanya tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas.

“Masalahnya, akankah dengan tak lagi dibayang-bayangi kekhawatiran menjadi tersangka korupsi akan membuat direksi dan komisaris BUMN berkinerja lebih baik dan produktif?,” tanya Abraham.

IFW memperingatkan bahwa ketentuan tersebut justru bisa memicu moral hazard, mengingat para pejabat BUMN bisa merasa “kebal hukum” dan bebas dari bayang-bayang penindakan oleh KPK.

“Sebaliknya, ketentuan baru yang memberikan semacam kekebalan hukum terkait dengan kasus korupsi itu berpotensi memicu moral hazard yang membuat para direksi dan komisaris BUMN malah bertindak ‘ugal-ugalan’ karena tak lagi dibayangi kecemasan bakal ditersangkakan oleh KPK.”

Tak hanya itu, IFW juga mengungkap adanya dugaan kuat bahwa revisi UU BUMN dilakukan secara kilat dengan dana besar yang dihimpun oleh seorang tokoh perbankan nasional.

“Kabarnya setiap BUMN besar nyawer Rp 10 Miliar. Yang menengah dan kecil menyesuaikan,” ungkap Abraham mengutip sejumlah sumber terkait kasak-kusuk yang beredar di antara politisi di Senayan.

Seperti diketahui, revisi Undang-Undang BUMN yang disahkan 24 Februari 2025 menyebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa “organ dan pegawai badan bukan merupakan penyelenggara negara”. Sementara pada Pasal 9G ditegaskan bahwa “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara”.

Revisi tersebut kini juga sedang dikaji secara mendalam oleh KPK, mengingat pasal-pasal itu berdampak langsung terhadap wewenang KPK yang selama ini tunduk pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tags

Terkini