AYOSEMARANG.COM -- Sejumlah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) mengecam keras langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu yang secara resmi mengeluarkan surat pengusiran terhadap organisasi wartawan dari gedung milik pemerintah daerah yang telah lama ditempati insan pers.
PWI menilai kebijakan itu bukan hanya tidak etis dan terkesan arogan, tetapi juga menjadi sinyal buruk bagi kebebasan pers di Indramayu.
Ketua PWI Majalengka, Pai Supardi, menyebut tindakan Pemkab Indramayu mencederai prinsip kemerdekaan pers dan demokrasi lokal. Menurutnya, keberadaan wartawan selama ini justru menjadi mitra strategis pemerintah—baik dalam menyampaikan informasi pembangunan, mengawasi jalannya pemerintahan, maupun memberikan kritik konstruktif.
"Ini bukan sekadar soal gedung. Ini soal cara pemerintah melihat pers. Kalau wartawan diperlakukan seperti ini, maka bisa dibaca sebagai upaya membungkam suara kritis publik," tegas Pai.
Hal senada disampaikan Ketua PWI Kuningan, Nunung Khazanah. Ia menegaskan pengusiran organisasi wartawan dari fasilitas pemerintah daerah dapat menjadi preseden buruk. Jika dibiarkan, tindakan serupa berpotensi ditiru daerah lain yang tidak nyaman terhadap fungsi kontrol pers.
"Kalau ini dibiarkan, nanti semua pemerintah daerah yang merasa dikritik bisa main usir begitu saja. Padahal keberadaan organisasi wartawan itu sah dan fungsional untuk kepentingan masyarakat," katanya.
Ketua PWI Kota Cirebon, Muhamad Alif Santosa, juga mengecam keras keputusan tersebut dan menyayangkan sikap yang dinilainya sewenang-wenang. Ia menekankan pentingnya dialog sebelum pemerintah mengambil langkah drastis.
"Setiap keputusan publik harus berbasis musyawarah. Ini tidak bisa serta-merta main surat pengusiran. Mana penghargaan terhadap profesi wartawan? Harusnya dibangun dialog untuk mencari solusi bersama," ujar Alif.
Alif menambahkan, organisasi wartawan yang menempati gedung itu sudah lama berkontribusi menjaga komunikasi antara pemerintah dan media di tingkat regional.
Ketua PWI Kabupaten Cirebon, Mamat Rahmat, memandang pengusiran tersebut sebagai bentuk tekanan halus terhadap pers. Ia mempertanyakan apakah alasan resmi yang disampaikan Pemkab semata terkait aset daerah, atau ada faktor lain—termasuk kemungkinan dinamika politik pasca-pilkada. Menurutnya, insiden seperti ini jarang terjadi dan patut mendapatkan perhatian nasional.
"Kita paham soal aset, tapi jika ini dilakukan secara sepihak dan akibat perbedaan politik dampak Pilkada misalnya, maka patut diduga ada motif lain. Apalagi organisasi wartawan sudah lama menempati tempat itu tanpa masalah," ujarnya.
Mamat mengingatkan bahwa dalam negara demokrasi, ruang-ruang bagi pers seharusnya diperluas—bukan justru disempitkan apalagi dikerdilkan.
Koordinator Wilayah (Korwil) PWI Ciayumajakuning, Jejep Falahul Alam, mendesak Pemkab Indramayu segera mencabut surat pengusiran dan membuka ruang dialog konstruktif. Ia menegaskan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi tidak boleh dilemahkan dengan kebijakan administratif yang tidak proporsional.
"Kami minta agar Pemerintah Kabupaten Indramayu segera mengevaluasi langkah ini. Sediakan ruang alternatif yang layak jika memang ada kebutuhan lain terhadap gedung tersebut. Jangan jadikan wartawan korban kebijakan yang tidak berpihak pada kemerdekaan pers," tegasnya.