SEMARANG, AYOSEMARANG.COM — Di lereng Gunung Ungaran, saat kabut pagi perlahan terangkat dan udara membawa aroma tanah basah, PLN hadir tidak hanya sebagai pemasok listrik, tetapi sebagai penjaga arah perjalanan energi Indonesia.
Di kawasan Karangjati, Kabupaten Semarang, sinar matahari yang jatuh ke atap pabrik Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) kini ditangkap dan diolah dengan cara paling elegan, melalui PLTS Atap yang dibangun di bawah pendampingan teknis dan regulatif PLN.
Lebih dari dua ribu panel surya 2.197 modul berbaris rapi di atas lahan 13.722 meter persegi. Setiap panel bekerja sebagai perpanjangan tangan PLN dalam memperkenalkan cara baru bagi industri untuk bergerak, lebih bersih, lebih efisien, dan lebih bertanggung jawab pada lingkungan.
Dengan kapasitas 1,2 MWp, PLTS Atap ini memasok sekitar 17 persen kebutuhan listrik pabrik setiap hari. Angka yang mungkin terlihat teknis, namun bagi PLN, itu adalah wujud konkret bagaimana energi dapat diambil dari alam tanpa merusaknya.
Setiap tahun, sistem ini mengurangi sekitar 1.400 ton emisi karbon, ini merupakan wujud kontribusi nyata yang PLN tempatkan sebagai bagian dari misinya menjaga bumi tetap bernapas.
Bagi PLN, pembangunan PLTS Atap di Semarang tidak hanya sebatas proyek. Ini adalah bagian dari upaya jangka panjang untuk mengubah lanskap energi nasional.
Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), PLN membuka ruang hingga 2 GWp untuk pengembangan PLTS Atap sampai 2028. Dengan demikian, matahari di Indonesia bukan lagi sekadar panorama langit, tetapi sumber daya energi strategis yang dikelola secara ilmiah dan terukur.
Daniel Lestanto, Executive Vice President Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PLN, menggambarkan transformasi ini dengan kalimat sederhana namun penuh makna. “Kebutuhan energi bersih sudah datang, dan PLN siap mengangkut semuanya,” ujarnya saat diwawancara ayosemarang di Ungaran, pertengahan November 2025.
Di balik pernyataan itu, tersimpan komitmen besar, PLN tidak menunggu dunia berubah, PLN mendorong perubahan itu. Melalui standardisasi teknis, penyederhanaan administrasi, hingga inovasi seperti Green Tariff dan Renewable Energy Certificate (REC), PLN memastikan industri tidak berjalan sendirian dalam menghadapi transisi energi.
Dalam data nasional, kapasitas PLTS Atap mencapai 708 MWp per September 2025, dengan 567 MWp berasal dari industri. Tren ini tidak mungkin tumbuh tanpa peran PLN sebagai regulator teknis, penyedia jaringan, dan fasilitator utama bagi perusahaan-perusahaan yang ingin beralih ke energi terbarukan.
Di Jawa Tengah, lebih dari 2.000 industri kini mengandalkan energi surya sebagai bagian dari transformasi operasional mereka. PLN menjadi jembatan antara kebutuhan industri dan tanggung jawab ekologis, memastikan bahwa setiap panel yang terpasang memiliki dampak nyata bagi penurunan emisi provinsi yang kini telah mencapai bauran EBT 18,55 persen.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko, mengakui peran PLN sebagai motor penggerak perubahan. “Air dijaga, energi dijaga. Industri bergerak, bumi bernapas,” ujarnya ditemui Selasa 24 November 2025.
Sebuah penegasan bahwa keberhasilan transisi energi tidak mungkin terwujud tanpa PLN berdiri di garis depan.
Bagi CCEP Indonesia, keberlanjutan adalah komitmen jangka panjang. Namun PLN-lah yang memastikan komitmen itu bisa diwujudkan dengan infrastruktur yang tepat dan sistem yang aman.