bisnis

Aptrindo : Kurangi Beban APBN, Harga Solar Sudah Selayaknya Naik

Selasa, 19 April 2022 | 19:43 WIB
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Jateng & DIY Bambang Widjanarko. (istimewa)


SEMARANG, AYOSEMARANG.COM – Kalangan pengusaha truk Indonesia menyarankan agar pemerintah menaikkan harga solar subsidi untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN). Apalagi, harga minyak dunia saat ini telah menembus harga US$100 per barrel, jauh diatas asumsi dasar APBN 2022 diangka US$ 63 per barrel.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Jateng & DIY, Bambang Widjanarko mengatakan, jika pemerintah tetap tidak mau mencabut subsidi, tapi tidak mau tekor lebih banyak akibat kenaikan harga minyak dunia, maka pemerintah disarankan untuk menetapkan batas subsidi. Dicontohkannya, pemerintah bisa mensubsidi dengan batasan Rp2.000 – Rp3.000 dari harga keekonomian.

"Kalau memang mau dinaikkan, ya silakan naikkan saja, tapi jangan dilepas subsidinya. Jangan dilepas menurut harga keekonomian. Jadi, nanti harga bisa di kisaran Rp8.000 – Rp9.000 (perliter)," kata Bambang, Selasa 19 April 2022.

Baca Juga: (SEMARANGAN) Tradisi di Masjid Layur Part 2: Kopi Arab yang Melegenda Hadir di Setiap Bulan Ramadhan

Bambang juga menyarankan, solar subsidi hanya dijual untuk semua jenis angkutan umum atau barang saja, nelayan dan juga petani, agar lebih tepat sasaran. Sementara penjualan solar untuk kendaraan pribadi seharusnya dilarang, karena dinilai tidak tepat sasaran.

"Seharusnya BBM jenis solar tersebut hanya dijual kepada angkutan umum darat, sungai, dan laut, para petani, serta nelayan saja. Tidak diperuntukkan bagi semua jenis kendaraan pribadi," ujar Bambang.

Sebagai bentuk pengawasan terhadap penjualan solar subsidi, lanjut Bambang, pemerintah juga perlu membentuk satgas yang juga melibatkan para pengusaha angkutan umum dan barang. Pemerintah bisa melibatkan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang berasal dari akademisi, untuk mengawasi penyaluran solar subsidi.

"Perlu juga diberikan sanksi yang tegas dan jelas bagi SPBU jika ada yang terbukti menyalurkan solar kepada yang tidak berhak. Kalau saat ini, kita lihat pengawasan hanya berasal dari unsur pemerintah saja," jelasnya.

Bambang pun menegaskan, meski sejumlah daerah mengalami kelangkaan solar, seperti di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, namun hal itu tidak terjadi di wilayah Jawa Tengah. Sejauh ini, pihaknya cukup mudah mendapatkan solar, karena pasokan dari Pertamina mencukupi.

"Di Jawa Tengah tidak ada kelangkan solar hingga hari ini. Bahkan, tidak ada pembatasan pembelian solar," tandasnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Firmansyah. (istimewa)

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, Firmansyah SE MSi PhD mengatakan, fluktuasi harga minyak dunia saat ini akan menyebabkan beban subsidi makin meningkat. Apalagi, semakin jauh selisih harga minyak internasional dengan harga produk BBM di dalam negeri, bakal membuat subsidi yang digunakan untuk mempertahankan atau menjaga harga BBM rendah di dalam negeri semakin membesar.

"Adanya fenomena tersebut maka wacana pemberian subsidi energi langsung kepada orang perlu untuk didukung. Hal ini dilakukan agar subsidi yang diberikan bisa lebih tepat sasaran dibandingkan jika subsidi diberikan kepada barang," ujarnya.

Menurut Firmansyah, jika subsidi diberikan atas produk, maka orang yang tidak memerlukan subsidi (orang mampu/berpenghasilan tinggi) juga akan dapat mengakses barang bersubsidi tersebut. Dengan begitu, subsidi jadi tidak tepat sasaran.

Baca Juga: (SEMARANGAN) Tradisi di Masjid Layur Part 1, Sejarah Menara dan Tidak Diperuntukkan Bagi Jemaah Perempuan

Halaman:

Tags

Terkini