psis

Sudahlah, Berhenti Mengatakan Mereka Pemain Asing di Telinga

Kamis, 11 September 2025 | 14:54 WIB
Para pemain PSIS Semarang di musim ini. Banyak yang menyebut mereka asing di telinga karena belum punya nama besar. (PSIS)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Layaknya kawan karib, dibanding cerita kejayaan, PSIS Semarang lebih akrab dengan keterpurukan.

Medio 2008-2009 jadi bagian tradisi. Setelah melewati tahun-tahun gemilang bersama pemain-pemain dengan nama besar, di tahun ini segalanya berubah.

Ketika orang-orang membuka koran pagi dan beralih ke rubrik PSIS Semarang, di sana tidak ditemui lagi nama seperti M Ridwan atau Maman Abdurahman. Atau juga Emanuel De Porras, Julio Lopez sampai Foffee Kamara. Tapi berganti dengan Gunawan Dwi Cahyo, Feri Ariawan, Johan Yoga Utama, Hendro Siswanto, Heri Susilo, Bangun Permana, Sapto Widiantoro, M Yusuf sampai Sumaryanto.

Di tahun itu, PSIS menatap kompetisi dengan dana pas-pasan. Sebetulnya, PSIS tidak lolos Indonesia Super League (ISL); format kompetisi baru usai era Divisi Utama. Namun Persiter Ternate dan Persmin Minahasa tidak lolos regulasi sehingga PSIS dan PKT Bontang ketiban voucher Giveaway sehingga bisa ikut kasta tertinggi.

Meski demikian, hal ini tidak berpengaruh pada kondisi PSIS. Laskar Mahesa Jenar tetap menjalani kompetisi dengan dana minim. Maka munculah nama-nama pemain tadi.

Para pemain PSIS di musim 2008-2009 didapat lewat seleksi terbuka. Dari seleksi itu, beberapa pemain didapat dari kompetisi internal Askot PSSI Kota Semarang, tim-tim divisi bawah, dan bekas pemain PSIS Semarang yang kurang dapat jam terbang di musim-musim sebelumnya seperti Basuki Setyabudi, Agus Murod, Idrus Gunawan, dan Deni Rumba. Ada juga pemain dari klub profesional sebetulnya, tapi mereka sudah uzur dan tak terlalu menonjol.

Untuk pemain asing? Tentu saja juga jomplang. Ada satu nama yang cukup dikenal yakni Gaston Castano yang pernah jadi striker tajam PSS Sleman. Tapi dia di putaran kedua sudah out karena tak sesuai ekspektasi. Selebihnya, entah siapa mereka. Mungkin stok terakhir para agen pemain berharga murah dan semata-mata untuk menarik kedatangan penonton.

Saya tak tahu persis bagaimana kondisi ombak suara suporter waktu itu. Saya masih berusia belasan tahun dan belum tahu banyak. Sosial media pun belum setenar sekarang, tetapi saya kira, sebagai suporter dengan tim yang megah lalu beralih ke skuad yang tak dikenal bakal diserbu komentar nyinyir.

Kondisi musim 2008-2009 tadi, saya kira tak jauh beda dengan musim ini. Klub yang pernah dijuluki Tim Goyang Semarang ini tampak habis-habisan setelah turun kasta. Alhasil skuad yang dihadirkan bukan lagi tim dengan pemain nama besar.

Hari-hari ini kita tahu, kolom komentar Instagram PSIS Semarang dipenuhi ujaran tidak menyenangkan. Saya tidak peduli jika mereka mencerca manajemen dan Yoyok Sukawi, tapi saya agak terganggu dengan perkataan yang terus-terusan menyebut pemain PSIS "asing di telinga". Bahkan disamakan dengan bakul cilok atau gilo-gilo karena mungkin parasnya belum banyak dikenal.

Madilesa dan Delfin Rumbino, pemain lama PSIS yang masih bertahan demi kembali mendapat skuad inti. (PSIS)

Semalam, Rabu 10 September 2025, dalam acara doa bersama dan gala dinner jelang menghadapi Pegadaian Championship, saya sempat berbincang dengan pemain baru PSIS yang kebetulan kembar yakni Doni Halomoan Sormin dan Dani Halomoan Sormin. Usia mereka masih sangat muda, baru 20 tahun. Musim lalu mereka jadi salah satu penggawa Persijap Jepara yang juga turut membawa promosi ke Liga 1.

Ketika ditanya apa alasannya bermain di PSIS dengan suara lantang dan lugas Doni mengatakan karena rasa bangga. Menurutnya PSIS adalah tim besar dan bisa bermain di sini, adalah capaian yang terbaru.

"Kemarin ada tawaran dari tim lain. Tapi saya memilih di sini karena PSIS tim besar. Kesempatan ini menantang bagi kami," ungkap Doni yang mengaku harus sepaket dengan kembarannya di manapun mereka main.

Halaman:

Tags

Terkini