SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Di sela hari-harinya sebagai pawang hujan di Solo, Joyosukarto kagum pada salah satu cucunya yang bernama Santoso Joko Purnomo.
Anak ini bandel. Sukanya ngeluyur main tidak jelas dan kabur dari rumah selama berjam-jam tanpa pamitan. Namun di luar itu semua, dia tanggung jawab. Kendati masih duduk di bangku kelas 2 SD, laku prihatinnya di luar dugaan.
Joko rajin puasa mutih, weton dan Senin-Kamis lalu selalu ingin tahu ketika Joyosukarto sedang bersamadi. Kelak, ada hal lain juga yang dia lihat dari cucunya itu, mata batinnya peka. Joko suka bikin bergidik orang-orang di sekitarnya karena sering ngaku melihat sosok tak kasat mata.
Hal seperti itu tidak dia lihat pada 40 cucunya yang lain bahkan di 9 anaknya. Sebagai kepala keluarga yang dari kecil dibesarkan dengan cara orang Jawa yang kental, Joyosukarto juga meneruskan itu ke semua ke keturunannya. Namun memang tiap generasi berbeda, tak semua mampu kecuali Joko.
Maka pada suatu hari, di usianya yang sudah tidak muda lagi, Joyosukarto mengucapkan titah, "Besok kamu yang nerusin mbah ya, le."
Baca Juga: Pengendara Motor Plat Merah Tempeleng Pegawai SPBU di Semarang, Pertamina Dorong Korban Lapor Polisi
Ucapan Joyosukarto tidak hanya berupa kata-kata, namun tampaknya seperti memindahkan berbagai energi dan setengah ruh yang dia miliki serta perkakas antardimensi alam yang tak bisa terjelaskan kepada Joko.
Bertahun-tahun kemudian, di usianya yang ke-112, Joyosukarto mangkat. Satu abad lebih dia hidup dan akhirnya dia pergi dengan lega karena sudah ada cucunya yang menggantikannya sebagai pawang hujan.
Joko lalu pindah ke Semarang pada 1972 dan tinggal di Gombel Lama mengikuti orangtuanya dinas.
Pada kelas 4 SD, dia mencoba membantu tetangganya yang punya acara sunatan untuk meredam hujan.
"Tidak ada yang percaya saya bisa," kata Joko yang ditemui Selasa 19 November 2024 di usianya yang sudah 62 tahun.
Baca Juga: 10 Ide Bisnis Makanan dan Minuman dari Olahan Susu, Jaminan Cuan Segunung
Namun waktu itu hujan benar-benar batal. Tetapi hal itu tak membuat orang-orang percaya dia bisa menggeser hujan.
"Ah, bejomu kui (Beruntung saja kamu)," kata para tetangga Joko.