SOLO, AYOSEMARANG.COM -Pagi itu, matahari Solo menyambut ramah 80 perempuan dengan semangat yang membuncah. Mereka bukan sekadar berkendara, mereka sedang menghidupkan kembali semangat Kartini—semangat perempuan yang berani melangkah maju, tanpa meninggalkan akar budayanya.
Dalam gelaran "Kartini Day with Grand Filano", perempuan-perempuan dari berbagai latar belakang ini berkumpul, membentuk konvoi anggun yang melintasi denyut nadi kota Solo. Dari Underpass Joglo, Monumen Slamet Riyadi, Pasar Gede, hingga Jembatan Merah, mereka tidak hanya memutar gas, tapi juga merajut kisah baru tentang keberanian menjadi diri sendiri.
Tak hanya berkeliling, perjalanan mereka membawa makna. Di Pura Mangkunegaran, mereka berhenti sejenak, bersentuhan dengan jejak sejarah, menyelami kebesaran budaya. Lalu di Pasar Triwindu, di tengah deretan batik klasik dan barang antik, para perempuan ini membuktikan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang kuno, melainkan pusaka yang bisa terus hidup dalam gaya hidup modern.
Senyum-senyum lepas merekah saat Workshop Kebaya bersama Pisalin digelar. Di sana, mereka belajar bahwa berbalut kebaya tak harus kaku—kebaya bisa menjadi ekspresi diri, tetap modis, tetap bebas bergerak. Tawa riuh pun pecah saat lomba bakiak dimulai, mengingatkan bahwa dalam setiap langkah perempuan Indonesia, selalu ada keceriaan yang menguatkan.
Di sela nuansa tradisional itu, aroma modernitas terasa lewat Workshop Flowers Bouquet dari Kyra Florist dan kelas kecantikan dari Larissa. Di atas panggung fashion show, mereka memperagakan outfit bertema Kartini dengan percaya diri, menegaskan bahwa menjadi perempuan masa kini berarti merayakan jati diri tanpa takut menonjolkan keunikan.
"Melalui acara ini, Yamaha ingin mengangkat semangat perempuan Indonesia yang aktif, percaya diri, dan tetap anggun dalam balutan budaya," ungkap Nindyarto, dari Promosi Yamaha Indonesia Motor Mfg. DDS 3 Jateng-DIY.
Hari itu, di bawah langit Solo, bukan hanya motor yang melaju. Ada semangat Kartini yang kembali menggelora: bahwa perempuan bebas memilih jalannya sendiri—dengan gaya, budaya, dan keberanian yang menyatu dalam setiap deru langkahnya.***