Namun Suratih yang tidak percaya akhirnya tidak mau membantu rencana jahat Rupaksa untuk membunuh Raja Banterang.
Tidak kehilangan akal, kemudian Rupaksa mengatakan pada Suratih untuk menyimpan ikan kepalanya saja sebagai kenang-kenangan dan Ia pamit pemit.
Tanpa disangka ternyata Rupaksa menemui Raja Banterang di hutan yang tidak tahu menahu mengenai pertemuan Rupaksa dengan sang istri di istana.
Rupaksa menyatakan bahwa sang istri akan membunuh Raja Banterang, dan ada sebuah bukti ikat kepala yang menjadi tanda ada penyusup masuk dibantu oleh istrinya Suratih.
Ternyata Raja Banterang termakan fitnah Rupaksa serta menuduh Suratih akan membelot dan menyerangnya.
Merasa sedih, Suratih akhirnya pergi ke tepi air terjun dan mengatakan akan terjun ke dalamnya.
Sebelum itu, Ia menyebutkan bahwa jika air terjun tempatnya mengakhiri hidup berbau wangi maka Ia jujur dan jika berbau busuk maka tuduhan Raja Banterang adalah tepat.
Nah ternyata usai Suratih terjun, air terjun tersebut berbau wangi dan begitu menyesal Raja Banterang kehilangan istrinya.
Usai kejadian itu, nama di kerajaan itu berubah menjadi Banyuwangi yang artinya air berbau wangi.
Itulah diatas kisah cinta tragis Raja Banterang dan Suratih yang akhirnya menjadi cikal bakal nama Banyuwangi, sebuah kota di ujung Jawa Timur***