KENDAL, AYOSEMARANG.COM - - Angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Kendal selama tahun 2024 mencapai 32 orang. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kendal, sejak Januari hingga Desember 2024 terdapat 949 kasus DBD di Kabupaten Kendal. Yakni dengan kasus meninggal dunia sebanyak 32 orang.
Angka tersebut meningkatvdibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2022 terdapat 475 kasus DBD dengan 29 orang dilaporkan meninggal dunia. Lalu pada 2023 kasusnya menurun menjadi 375 orang terjangkit DBD dengan korban meninggal dunia sebanyak 29 orang.
“Tahun ini kasusnya meningkat. Terakhir kasus meninggal dunia dengan diagnosa Dengue Shock Syndrome (DSS) di Desa Wungurejo Kecamatan Ringinarum,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Kabid P2P) Dinkes Kendal, Agustinus Bambang Setyawan.
Dikatakan, Dinkes Kendal sudah melakukan antisipasi penyebaran DBD sejak November lalu. Bahkan, telah melaksanakan rakor lintas sektor tentang kewaspadaan DBD.
Dinkes bersama Puskesmas juga mengaktifkan gerakan satu rumah satu jumantik serta pemberantasan sarang nyamuk.
“Kami sudah lakukan rakor lintas sektor soal DBD ini. Dan memang tahun ini kasusnya tinggi,” jelasnya.
Dari segi kasus, DBD ini tersebar merata di 20 kecamatan di Kabupaten Kendal. Hanya saja terdapat faktor-faktor yang memicu meningkatnya penyakit DBD.
Diantaranya perubahan iklim yang membuat perkembangan nyamuk menjadi banyak. Rata-rata nyamuk bermigrasi ke daerah pegunungan seperti Boja hingga Sukorejo.
“Sehingga makin banyak yang terdampak DBD. Ditambah munculnya serotipe baru di suatu wilayah. Jadi ketahanan tubuh individu terhadap serotipe baru berpengaruh pada jumlah kasus,” kata Bambang.
Faktor selanjutnya, minimnya kesadaran masyarakat terhadap Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Padahal pemerintah daerah bersama stakeholder sering sosialisasi tetapi masih diabaikan masyarakat. Sehingga terbukti terdapat rata-rata angka bebas jentik baru sebanyak 67,7 persen di Kendal.
“Padahal idealnya 96 persen. Lalu banyak masyarakat kurang waspada. Misalnya tidak pakai lotion anti nyamuk, pengusir nyamuk ketika berada di tempat yang potensial banyak nyamuk,” tegasnya.
Diprediksi puncak kasus penyebaran DBD terjadi pada bulan Desember dan Januari. Hal itu sesuai dengan kalender hazzard nasional kesiapsiagaan dari Kemenkes.
Kendati begitu, Bambang meminta agar setiap rumah warga terdapat juru pemantau jentik. Itu supaya ada deteksi dini terkait kasus DBD dan pencegahannya. Warga juga diminta untuk memantau tempat-tempat sarang nyamuk seperti genangan air. Sehingga kasus DBD tidak menyebar dan bisa diatasi.
“Utamanya gerakan PSN. Lalu kalau sudah ada gejala kangsung ke faskes saja. Jangan menunggu parah supaya bisa terselamatkan,” tandasnya.