Adapun bank badan usaha milik daerah (BUMD) Jakarta itu diduga mengalami peretasan lebih dari sekali sejak 2024. Peretasan terakhir terjadi pada 29 Maret 2025. Saat itu, peretas menyerang sistem pembayaran Bank Jakarta melalui BI Fast.
Serangan tersebut mengakibatkan terjadinya transaksi anomali pada giro Bank Jakarta di Bank Negara Indonesia (BNI) yang digunakan sebagai rekening settlement layanan BI Fast.
Bagian pengawasan Bank DKI menyadari adanya penurunan saldo BI Fast secara drastis pada pukul 11.00 hingga 11.20 WIB. Atas kejadian itu, pada pukul 11.36 mereka mengaktifkan panic button secara keseluruhan agar dana tidak keluar. Panic button di firewall aktif pada 11.44 WIB.
Mereka menyadari penurunan saldo itu diketahui tidak berdasarkan pada perintah Bank DKI karena tidak ada log sistem dan pendebitan pada core banking mereka. Namun pihak Artajasa selaku penyedia infrastruktur BI Fast menginformasikan adanya perintah kredit transfer dari Bank DKI.
Transaksi anomali itu terjadi sebanyak 807 kali dengan total nilai transaksi Rp227,1 miliar. Namun transaksi yang tercatat di core banking Bank Jakarta sebesar Rp18,721 miliar. Nilai tersebut juga berbeda dengan log sistem yang mencatat settlement transfer sebesar Rp245,8 miliar.