Ia lantas menancapkan tongkatnya seraya berdoa kepada Allah SWT lantas di belakang tongkat yang tertancap tersebut muncul sosok yang menyerupai dirinya yang terbuat dari tanah.
Akhirnya, Sunan Giri melanjutkan perjalanan dan meninggalkan tongkat serta sosok dirinya yang terbuat dari tanah itu.
Setelah kejadian itu, benar saja sang penguntit tidak mengikutinya lagi dan Sunan Giri bisa melanjutkan perjalanan ke arah Timur sampai menemukan sebuah hutan rindang berisi pohon jati.
Akhirnya usai melakukan perjalanan panjang, sang Sunan bisa menemukan sebuah pohon jati yang super besar dan kokoh.
Namun karena tidak mau berbuat curang, sang sunan lantas mencari pemilik pohon atau hutan yang Ia sambangi.
Hingga akhirnya Ia bertemu dengan Kyai Donosari yang ternyata merupakan penjaga dan pemilik hutan tersebut.
Melalui diskusi panjang, akhirnya Kyai Donosari dengan senang hati memberikan sebuah kayu jati untuk membantu pembangunan masjid yang Sunan Giri maksud dengan cara dihanyutkan.
Konon, dalam upaya mengangkut kayu jati sebelum dilemparkan ke Sungai Keduwang, Kyai Donosari menyuruh seorang pesinden untuk duduk di atas kayu sambil melantunkan tembang-tembang macapat agar membuat kayu tersebut terasa ringan saat didorong oleh Kiai Donosari dan Sunan Giri.
Sebelum pergi, Sunan Giri sempat berkata kepada Kyai Donosari bahwa wilayah tempatnya memperoleh kayu jati ini akan ramai dihuni orang.
Kemudian Sunan Giri memberikan tempat Ia memperoleh kayu jati itu sebagai Wonogiri, Wono yang berarti hutan dan Giri yang berarti gunung. Serta Sunan Giri juga mengganti nama Kyai Donosari dengan Ki Ageng Donoloyo.
Itulah diatas asal usul nama Wonogiri yang ternyata melibatkan sejarah pencarian kayu jati oleh Sunan Giri