AYOSEMARANG.COM -- Kuasa hukum mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri, meminta majelis hakim membebaskan klien mereka. Permintaan ini didasari anggapan bahwa tidak ada bukti persengkongkolan antara keduanya dalam dugaan tindak korupsi.
Permohonan tersebut muncul setelah sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang menghadirkan Ahli Hukum Pidana Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali, Senin 21 Juli 2025.
Menurut Mahrus, dakwaan yang ditujukan kepada Mbak Ita dan Alwin Basri bersifat kumulatif, sehingga tiga dakwaan yang diajukan jaksa harus semuanya terbukti agar terdakwa dinyatakan bersalah.
"Kalau satu tidak dipenuhi, harus bebas pasti," jelasnya.
Baca Juga: Pemkot Semarang Peringatkan Penipuan Aktivasi IKD Disdukcapil Lewat WhatsApp
Mahrus menambahkan bahwa jika jaksa memilih dakwaan kumulatif, maka jaksa harus yakin bahwa semua unsur tindak pidana dapat dibuktikan. Dakwaan kumulatif berarti setiap perbuatan memiliki unsur waktu (tempus), tempat (lokus), dan uraian perbuatan yang berbeda.
Ia juga menyoroti penerapan pasal 55 KUHP tentang perbuatan bersama-sama.
"Antara pemberi dengan penerima itu harus ada komunikasi yang baik. Harus ada kesamaan pendapat yang dibuktikan di persidangan. Kalau penerima dua, maka antara A dengan B itu harus terbukti dulu bahwa mereka sudah sepakat penerima dan ada pembagian peran masing-masing," tegasnya.
Kuasa hukum Mbak Ita, Agus Nuruddin, mempertanyakan apakah seseorang bisa dijerat hukum hanya karena diasumsikan sebagai representasi pihak lain, padahal tidak terlibat langsung.
"Jadi, orang mengasumsikan kan bahwa si B ini adalah representasi dari A. Padahal si A orang yang melakukan atau mempunyai kewenangan ini tidak pernah konfirmasi kepada A berkaitan dengan pelanggaran tidak pidana. Jadi, sebenarnya A ini tidak memiliki peran, bagaimana menurut ahli?" tanya Agus Nuruddin.
Baca Juga: Jadi Saksi, Ketua DMI Semarang Puji Mbak Ita Peduli Masjid dan Masyarakat
Mahrus menegaskan bahwa asumsi tidak bisa dijadikan dasar dalam peradilan pidana.
"Jika yang dimaksudkan representasi dia tidak berbuat, tidak ada orang, tidak bisa dikatakan sebagai orang yang berbuat salah. Asumsi tidak digunakan dalam peradilan," tandasnya.
Agus berharap kliennya dinyatakan bebas karena menurutnya tidak ada bukti kuat adanya komunikasi atau kerja sama antara Mbak Ita dan Alwin.