AYOSEMARANG.COM -- Sektor agraria adalah salah satu sektor yang sering memicu konflik di Indonesia. Yang paling akhir tentu saja insiden di pulau Rempang, Kepulauan Riau. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, dari tahun 2015 – 2022, terjadi sedikitnya 2701 konflik agraria di berbagai daerah di Indonesia.
Dari jumlah itu 1934 orang di kriminalisasi, 814 di aniaya, 78 orang tertembak, dan 69 orang diantaranya tewas. Konflik agraria ini meliputi tanah seluas hampir 6 juta hektar dan mencakup lebih dari 1,7 juta keluarga.
Jika dirunut, konflik agraria ini memiliki akar sejarah yang sangat jauh hingga ke era kolonial eropa terutama saat Kerajaan Belanda menjajah Indonesia.
Tahun 1870, pemerintah Kerajaan Belanda memberlakukan Agrarische Wet atau Undang-Undang Pertanahan yang salah satunya mengatur tentang Domein Verklaring atau deklarasi domein atau wilayah. Artinya wilayah Indonesia yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya menjadi milik negara.
Sejak itulah sebagian besar tanah di Indonesia menjadi milik Pemerintah Belanda. Sayangnya setelah Indonesia merdeka tahun 1945, tidak dilakukan perubahan mendasar tentang aturan pertanahan ini sehingga konflik agraria terus berlanjut sampai saat ini.
Pemerintahan Presiden Sukarno memang sempat menerbitkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Namun belum sempat diterapkan secara penuh, Sukarno keburu lengser dan digantikan oleh presiden Soeharto.
Kisah seputar agraria yang ditarik ke aspek kesejarahan dipadu dengan kondisi aktual dimana bermunculan konflik agraria menjadi pokok bahasan dalam film dokumenter terbaru garapan Watchdoc Documentary.
Setelah mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award untuk kategori Emergent Leader tahun 2021, Watchdoc terus produktif dan konsisten memproduksi film dokumenter dengan tema HAM, anti korupsi, lingkungan, sosial dan budaya.
Film ‘Tanah Moyangku’ menjadi produksi terkini bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Belanda KITLV.
Film ‘Tanah Moyangku’ berangkat dari penelitian kolaborasi penelitin Belanda dan Indonesia Prof. Ward Berenschot, Prof. Otto Hospes, Prof. Afrizal, M.A dan Dr. Ahmad Dhiaulhaq yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul ‘Kehampaan Hak’.
Film berdurasi 84 menit ini berangkat dari pengamatan Prof. Ward Berenschot dan menggali langsung sejarah sengketa lahan di Indonesia dengan mendiskusikan dengan sejarawan JJ Rizal dan penelusuran Prof. Afrizal yang mengamati konflik agraria yang terjadi di berbagai lokasi.
Film dokumenter ‘Tanah Moyangku’ akan dilaunching dalam sebuah premiere di Teater Asrul Sani, TIM pada hari Selasa 28 November 2023.