Imam menyatakan pernah bertemu dengan pihak PT Brantas Abipraya dan dijanjikan akan mencairkan uang jaminan PT Shafira. Hingga H-3 sebelum lebaran, PT Brantas Abipraya mentransfer Rp 850 juta ke rekening pribadi Direktur PT Shafira, bukan rekening perusahaan.
"Transfer ke rekening pribadi direktur ini juga kesalahan. Padahal jaminan pelaksanaan dan nilai total uang muka yang harus disetorkan itu Rp 2,8 miliar," ucapnya.
Sebenarnya pihaknya juga dikasih cek senilai Rp 1 miliar, tapi tidak cair juga. Akibat dari hal itu, hingga detik ini dirinya tidak bisa membayar tujuh supplier proyek senilai Rp 1,2 miliar.
Ia menyatakan menggandeng supplier lokal untuk pemenuhan material itu. Para supplier pun kesulitan karena modal mereka tidak kembali.
Baca Juga: Dinilai Inkonsisten, Pakar Ungkap Hukum di Indonesia Banyak Dicampuri Kepentingan
"Teman-teman ini pasca covid itu modalnya tidak seberapa memaksakan untuk bisa ikut kerja dalam rangka untuk menafkahi anak istri nya. Tapi sampai saat ini benar-benar kami kecewa dengan sikap para management brantas ditambah lagi dengan management PU dalam hal ini bbws yang ada di Pekalongan," jelasnya.
Imam meminta ada komitmen dari PT Brantas Abipraya untuk pembayaran. Jika tidak ada, pihaknya akan mengambil material di lokasi. Dirinya masih menyimpan bukti segala bentuk administrasi material yang belum dibayar.
Kuasa Hukum Imam, Zainudin dan Didik Pramono menyatakan akan melakukan klarifikasi awal pada PT Brantas Adipraya. Hal itu terkait kebenaran apakah belum dibayar atau belum.
"Langkah selanjutnya, kami akan meminta mediasi secara kekeluargaan ke PT Brantas Abipraya," kata Zainudin.
Jika upaya mediasi gagal, maka pihaknya akan melakukan somasi hingga berlanjut ke upaya hukum.***