BATANG, AYOSEMARANG.COM -- Dalam perkembangan terbaru kasus sengketa tanah yang membara di Desa Depok, Kecamatan Kandeman, kuasa hukum PT Prima Parquet Indonesia (PPI) Surakarta, Moh Saifudin, mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang untuk segera merampungkan pemberkasan.
Tindakan ini diharapkan dapat mempercepat proses persidangan atas kasus yang diperkirakan bernilai puluhan miliar rupiah tersebut.
Konflik ini melibatkan dua entitas bisnis besar PT PPI Surakarta dan PT Trak Sumbiri Indo (TSI) Semarang, dengan makelar tanah, Abdul Somad, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Batang.
“Fakta di lapangan sudah terbukti semua. Tidak ada alasan untuk tidak P21,” tegas Saifudin dalam wawancara eksklusifnya pada Rabu 15 Mei 2024.
Baca Juga: 5 Fakta Misteri Kasus Pembunuhan Vina dan Eky: Bukan Pelaku tetapi Korban Ternyata Anak Polisi
Menanggapi pertanyaan tentang sidang perdata yang sedang berlangsung, Saifudin mengungkapkan bahwa gugatan perdata yang diajukan oleh tersangka Abdul Somad telah dicabut, setelah sidang perdata perdana pada Senin, 13 Mei 2024 lalu di Pengadilan Negeri Kabupaten Batang.
“Alasan sebelumnya adalah adanya gugatan perdata. Sekarang, dengan pencabutan tersebut, tidak ada lagi penghalang untuk segera P21,” jelas Saifudin.
Ia juga menambahkan bahwa pihak kejaksaan telah berjanji untuk meninjau kembali berkas tersebut dengan harapan dapat menyelesaikannya dalam dua hingga tiga hari.
Saifudin menekankan pentingnya proses hukum yang cepat untuk kepastian hukum bagi pelapor dan korban, mengingat kasus ini telah berlarut-larut selama setahun.
Baca Juga: Dana Cukai Hasil Tembakau Wujudkan Tenaga Kerja Terampil di Batang
Dipo Iqbal, Kepala seksi intelijen (Kasintel) Kejari Batang, sebelumnya telah mengungkapkan bahwa penundaan pemberkasan disebabkan oleh gugatan perdata yang diajukan oleh tersangka dengan materi sengketa yang serupa.
“Kita harus menunggu dulu hasil perkara perdatanya,” ujar Iqbal.
Hal tersebut kata Dia, mengacu pada prinsip Prejudicieel Geschil dari Mahkamah Agung.
Kasus pidana ini berkaitan dengan dugaan penipuan dan penggelapan uang sejumlah Rp 21.235.250.0000, yang terjadi selama periode 2019 hingga 2023, dengan Abdul Somad sebagai tersangka utama.