YOGYAKARTA, AYOSEMARANG.COM- Pegawai dan korporasi Bank Pembangunan Daerah (BPD) rentan menjadi subyek korupsi. Semisal, menjadi tempat pencucian uang oleh penyelenggara negara, termasuk pemerintah daerah.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam agenda Pertemuan Pimpinan KPK, Komisaris Utama, Direktur Utama, dan Direktur Kepatuhan BPD se-Indonesia, di Yogyakarta, akhir pekan lalu.
“Ketika korporasi menjadi fasilitator tindak pidana pencucian uang, bisa menjadi tersangka juga. Dendanya dapat mencapai Rp 100 miliar.''
BPD juga bisa menggunakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk memonitor secara dini potensi penyimpangan pegawai. ''KPK memiliki kewenangan untuk menentukan suatu gratifikasi terkait jabatan atau tidak,'' kata Marwata.
Baca Juga: Catat Kinerja Cemerlang, Dirut Bank Jateng Supriyatno Sabet Top 100 CEO 2022
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Supriyatno mengatakan, pihaknya meminta agar KPK bisa terus mengawal semua usaha yang telah dilakukan BPD untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
Supriyatno juga berharap agar KPK memberikan arahan agar ke depan praktik bisnis BPD bisa semakin governance.
“Pencegahan korupsi komitmennya pada diri sendiri dulu. Kemudian merambah kelembagaan masing-masing BPD untuk menerapkan prinsip profesionalisme dan good corporate governance (GCG),'' jelasnya.
Oleh sebab itu, Asbanda mengundang semua yang ada dalam ekosistem BPD untuk sama-sama menyadari bahwa korupsi menjadi bagian yang harus ditangani bersama.
Supriyatno yang juga menjabat Direktur Utama Bank Jateng menambahkan kehadiran dan kerja sama dengan KPK, menjadi penyemangat agar masing-masing BPD menjaga komitmen untuk menjauhi praktik-praktik yang berpotensi menjadi korupsi.
“BPD menjadi pusat dari keseluruhan aktivitas keuangan di daerah. Ini menjadi pertaruhan masing-masing pimpinan BPD-nya. Saya harap manajemen BPD berani mengatakan tidak kepada para pihak jika permintaannya tidak sesuai aturan,” ujarnya.
Supriyatno melanjutkan, tindak pidana korupsi terjadi karena ada “permintaan dan penawaran”. Jadi, pengelolaan BPD secara kelembagaan menjadi penting untuk dilakukan bersama.
Senada, Direktur Eksekutif Asbanda Wimran Ismaun menyebutkan, penandatanganan komitmen para pimpinan BPD se-Indonesia sebagai penegasan bahwa pihaknya selama ini selalu menjaga komitmen menjauhi praktik korupsi.
Baca Juga: Kenapa Messi Dipanggil GOAT? Apa Itu GOAT dalam Sepakbola, Penjelasan Siapa Goat Sebenarnya
Terlebih menjelang tahun politik, kata Wimran, BPD biasanya disibukkan dengan beragam hal. “Namun, kalau punya integritas dan komitmen, kita siap yakinkan kepada stakeholder agar tidak menyeret BPD pada tindakan-tindakan yang rentan korupsi,'' jelasnya.