AYOSEMARANG.COM –
Pendidikan adalah hak setiap warga negara yang wajib disediakan oleh negara dalam pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) yang menyatakan “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” dan Ayat (2) yang menyebutkan “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (1).
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan melaksanakan amanat tersebut dengan menyediakan berbagai fasilitas penunjang pendidikan yang layak agar distribusi pendidikan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh warga negara. Keseriusan ini juga tercermin dalam penyusunan kurikulum yang senantiasa dievaluasi agar sesuai dengan target capaian minimal siswa, tanpa membebani peserta didik maupun pendidik.
Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum terbaru yang berlaku secara nasional. Fokus pembelajarannya menekankan kemampuan masing-masing siswa dengan memberikan kebebasan standar penilaian kepada satuan pendidikan. Namun, kebijakan ini menimbulkan variasi standar penilaian antar sekolah yang tidak setara, sehingga muncul kebutuhan akan instrumen penilaian yang objektif dan terstandarisasi secara nasional (2).
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bersama Pusat Asesmen Pendidikan (Pusmendik) menjawab kebutuhan tersebut melalui Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang diatur dalam Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025. TKA berfungsi sebagai alat penilaian objektif capaian akademik siswa pada mata pelajaran tertentu dalam skala nasional. Hasil TKA dapat dimanfaatkan sebagai instrumen seleksi jenjang pendidikan berikutnya sekaligus bahan perumusan kebijakan publik (3).
Penyetaraan Hasil Belajar Siswa Secara Objektif
Salah satu hal menarik dari kebijakan standarisasi penilaian melalui TKA adalah keterbukaannya bagi siswa dari satuan pendidikan nonformal dan informal. Lulusan yang dinyatakan lulus TKA dianggap memiliki kemampuan akademik setara dengan lulusan satuan pendidikan formal yang sederajat (4). Dengan demikian, siswa dari sekolah nonformal dan informal memiliki peluang yang sama untuk bersaing dalam seleksi pendidikan berikutnya.
Kebijakan ini membuka peluang TKA menjadi alat identifikasi kelayakan seleksi penerimaan peserta didik baru atau kebutuhan lain yang memerlukan pertimbangan akademis. Selain memberikan penilaian yang objektif, TKA juga menghapus bias akreditasi sekolah, sekaligus memberi kesempatan adil bagi semua siswa untuk mengakses pendidikan berkualitas sesuai kemampuan mereka.
Pelaksanaan TKA akan digelar di satuan pendidikan berakreditasi. Satuan pendidikan yang belum terakreditasi dapat menginduk pada sekolah yang menjadi penyelenggara, sesuai ketentuan Permendikbud Nomor 9 Tahun 2025 (6). Dengan standar nasional, TKA diharapkan menjadi rujukan objektif untuk menilai capaian belajar siswa di seluruh wilayah, sehingga proses seleksi peserta didik berlangsung terukur, adil, dan terpercaya.
Kolaborasi Vertikal Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam pelaksanaannya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menjalin kerja sama dengan Kementerian Agama serta pemerintah daerah untuk menyukseskan TKA (7). Pemerintah pusat bertanggung jawab menyusun dan melaksanakan TKA untuk jenjang SMA/SMK dan sederajat, sedangkan pemerintah daerah bertugas pada jenjang SMP/SD dan sederajat.
Pemerintah provinsi berperan sebagai pengawas dan regulator pelaksanaan di wilayah masing-masing. Model kolaborasi ini diharapkan membentuk sistem pendidikan yang kuat dan bermutu, sekaligus memberikan porsi tanggung jawab yang seimbang antara pusat dan daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan adanya standarisasi capaian belajar melalui TKA, diharapkan tersedia indikator yang jelas untuk mengukur kemajuan kualitas pendidikan nasional. Hal ini menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem pendidikan yang bermutu, yang mampu melahirkan generasi penerus bangsa berdaya saing tinggi di masa depan.