AYOSEMARANG.COM - Dalam setiap pidato kenegaraan, seminar pendidikan, hingga diskusi kebijakan, frasa "anak Indonesia hebat" kerap didengungkan. Namun, pertanyaannya, apakah ini sekadar slogan tanpa makna, atau benar-benar diterjemahkan dalam tindakan nyata? Dengan visi besar Indonesia Emas 2045, keberhasilan kita dalam mencetak generasi unggul akan menentukan arah bangsa ke depan.
Secara yuridis, upaya mencetak generasi hebat telah tertuang dalam berbagai regulasi. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, dan mandiri. Sementara itu, Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dalam tumbuh kembangnya, termasuk dalam aspek pendidikan dan kesejahteraan sosial.
Namun, melihat dari perspektif historis, pendidikan karakter di Indonesia bukanlah hal baru. Sejak zaman Ki Hadjar Dewantara, konsep pendidikan holistik yang mengutamakan keseimbangan antara olah pikir, olah rasa, dan olah raga telah menjadi dasar dalam mencetak anak bangsa. Sayangnya, di era modern, nilai-nilai ini mulai terkikis oleh perubahan zaman, sistem pendidikan yang cenderung berorientasi pada akademik semata, serta minimnya pembiasaan karakter di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Filosofisnya, membentuk kebiasaan anak yang hebat bukan sekadar mencetak individu yang cerdas, tetapi juga berintegritas, berdaya juang tinggi, serta memiliki kepedulian sosial. Jean Piaget, seorang psikolog pendidikan, menyatakan bahwa perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Artinya, membangun tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat harus melibatkan sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam membentuk ekosistem pendidikan yang kondusif.
Dari aspek sosiologis, keberadaan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, melainkan juga tanggung jawab kolektif. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung penguatan karakter cenderung memiliki ketahanan moral yang lebih kuat. Sayangnya, saat ini masih banyak anak Indonesia yang tumbuh dalam kondisi sosial yang kurang mendukung—mulai dari minimnya keteladanan dari orang dewasa, hingga pengaruh buruk media sosial yang tidak terkontrol.
Dalam perspektif medis, kebiasaan hidup sehat juga menjadi bagian integral dari tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat. Berbagai studi menunjukkan bahwa kesehatan fisik dan mental anak berpengaruh besar terhadap kapasitas belajar dan pembentukan karakter. Nutrisi yang baik, pola tidur yang cukup, serta aktivitas fisik yang memadai berkontribusi terhadap perkembangan otak dan kecerdasan emosional anak.
Strategi Konkret Untuk Mewujudkan Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Namun, bagaimana strategi konkret untuk mewujudkan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat? Salah satu pendekatan utama adalah dengan memperkuat pendidikan karakter di sekolah. Program penguatan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum harus lebih dari sekadar teori di atas kertas. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus memastikan bahwa nilai-nilai seperti disiplin, kerja keras, dan kepedulian sosial benar-benar tertanam dalam keseharian peserta didik.
Selain itu, peran orang tua sebagai pendidik pertama juga harus diperkuat. Sebuah studi dari Rahayu (2024), mengungkapkan bahwa pola asuh berbasis kasih sayang dan keteladanan memiliki dampak besar terhadap keberhasilan anak dalam jangka panjang. Dengan demikian, edukasi kepada orang tua tentang pentingnya membangun kebiasaan baik sejak dini menjadi krusial.
Di era digital, optimalisasi peran media juga menjadi strategi penting. Alih-alih menjadi sumber distraksi, media seharusnya dijadikan sarana edukasi yang mendukung pembentukan karakter. Kampanye sosial yang menggugah kesadaran publik tentang pentingnya tujuh kebiasaan anak hebat dapat menjadi cara efektif untuk membentuk pola pikir masyarakat.
Kesuksesan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat tidak lepas dari kolaborasi lintas sektor yang melibatkan berbagai kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta organisasi masyarakat. Dukungan dari bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan perlindungan anak menjadi kunci keberhasilan gerakan ini.
Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti, dalam laporannya menekankan pentingnya pendekatan terpadu dalam pelaksanaan program ini. “Kami menyadari bahwa membangun generasi emas Indonesia memerlukan dukungan dari semua pihak. Sinergi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan media adalah elemen penting dalam memastikan keberhasilan gerakan ini,” ujar Suharti.
Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat diharapkan menjadi fondasi dalam mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan global. Dengan nilai-nilai karakter yang kuat, generasi ini diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju, sejahtera, dan berdaya saing di tahun 2045.
Jika tujuh kebiasaan ini benar-benar diterapkan, dampaknya akan sangat besar terhadap masa depan Indonesia. Anak-anak yang tumbuh dengan kebiasaan baik akan menjadi pemimpin masa depan yang memiliki integritas tinggi, produktivitas tinggi, serta kepedulian sosial yang kuat. Dengan demikian, cita-cita Indonesia Emas 2045 bukan sekadar angan-angan, melainkan sebuah keniscayaan yang dapat diwujudkan bersama.
Kini, pertanyaan utamanya bukan lagi apakah kita memahami pentingnya tujuh kebiasaan ini, tetapi seberapa siap kita dalam merealisasikannya. Tanpa aksi nyata, slogan tentang "anak Indonesia hebat" akan tetap menjadi sekadar jargon kosong yang bergema tanpa makna.
Penulis: Fadil Maman, Mahasiswa UIN Saizu Purwokerto.