SEMARANG, AYOSEMARANG.COM -- Sebelum brosur itu datang, mereka bermain di liga-liga yang sepi. Gaji tampaknya bukan masalah, tapi bermain bola hanya berhadapan dengan tribun senyap dan segelintir orang yang melihat tampaknya bukan sepakbola yang benar-benar mereka inginkan; hanya sekadar profesi untuk hidup saja, tanpa passion.
Lalu kemudian brosur itu datang, dari negara Indonesia dengan tim bernama PSIS Semarang.
Melihat tim ini di Youtube, Instagram dan banyak kanal lain, mereka takjub. Ketika ada tayangan Carlos Fortes atau Gali Freitas mencetak gol di Stadion Jatidiri, semua suporter baik Panser Biru, Snex dan penonton umum, besorak-sorai. Atmosfer Jatidiri begitu penuh gegap gempita dan bikin darah mendidih. Terlebih komentator di TV membuat mereka menerbangkan jauh ke bayangan-bayangan utopis nan menggoda.
Dari situlah mereka akhirnya memutuskan; Semarang adalah labuhan berikutnya dalam berkarier.
Baca Juga: PSIS Semarang Berpisah dengan Gali Freitas, Langsung Dikenalkan Persebaya Surabaya
Gambaran soal brosur tadi relate dengan apa yang dibayangkan oleh Sudi Abdallah sebelum memutuskan bermain untuk Laskar Mahesa Jenar. Dengan badan lelah sehabis latihan di Lapangan Wisesa Mranggen, serta hati yang penuh gundah karena ada yang telat beberapa bulan, Sudi mengaku agak menyesal datang ke Semarang.
Di awal musim, Sudi Abdallah sebetulnya sempat menerima tawaran klub besar di Qatar. Namun Sudi memilih bergabung dengan PSIS karena selain punya sejarah panjang, dia terpukau dengan suporternya.
“Saya memilih PSIS karena ingin bermain di klub populer dengan stadion yang dipenuhi suporter. Tapi realitanya, suporter tidak bisa hadir hampir sepanjang musim,” kata Sudi di Semarang, Selasa 3 Juni 2025.
Suporter PSIS Semarang hampir semusim ini memang tak hadir di stadion. Masalahnya banyak dan rumit: perkara politik, ego yang tak kunjung selesai dengan selubung perlawanan terhadap CEO Yoyok Sukawi serta entah hal-hal lain lagi yang kerap bikin orang menebak-nebak.
Bermain di tim penuh kecamuk sebetulnya bukan kali ini saja dialami Sudi Abdallah. Sewaktu bermain di Yordania pun dia pernah mengalami hal yang sama, namun bedanya suporter tetap hadir untuk memberi dukungan.
Baca Juga: Belum Ada yang Mau, PSIS Semarang Masih Galau Soal Investor Baru
“Waktu itu, apapun kondisinya, suporter tetap datang. Sayangnya, di sini tidak,” kata Sudi.
Sepanjang bersama PSIS, Sudi sudah mencetak 5 gol. Dari beberapa golnya Sudi selalu melakukan selebrasi layaknya orang memanah. Selebrasi yang mirip seperti milik Edison Cavani.
Mungkin Sudi sudah mempersiapkan selebrasi itu jauh-jauh hari, namun sayang selebrasinya hanya ditonton tribun kosong.