Ladang Pembantaian dalam Peristiwa Pertempuran 5 Hari di Kota Semarang

photo author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 16:08 WIB
Teatrikal Pertempuran 5 Hari di Semarang. Banyak tragedi pembantaian di beberapa titik. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Teatrikal Pertempuran 5 Hari di Semarang. Banyak tragedi pembantaian di beberapa titik. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Semarang, 15 Oktober 1945 — Perwira Angkatan Laut Belanda J.E. Helfrich terbangun di salah satu sel Penjara Bulu dengan perasaan seperti di dalam neraka yang diceritakan oleh Dante Alighieri.

Sel demi sel di Penjara Bulu saling bergantian menimbulkan teriakan lalu sesekali ada dentam senapan. Sudah seperti malaikat maut yang bergantian menghukum manusia dengan dosa yang berbeda.

Helfrich tidak tahu jenis dosa apa yang dia miliki. Ia pasrah menanti kapan gilirannya mendapat penghakiman.

Helfrich menghabiskan malam dengan keringat dingin. Anggota RAPWI (Recovery of Allied Prisoners of War and Internees) itu memang lahir di Semarang, namun tanah airnya adalah Holland. Dalam situasi mencekam dan hidup-mati, dia teringat Den Haag.

Serangkaian suara dentam dan teriakan tadi akhirnya mereda. Neraka Dante Alighieri memberhentikan hukumannya.

Helfrich melongok ke luar sel, namun kondisi sudah sepi dan gelap. Sesekali ada pribumi yang melintas dengan membopong senapan. Ia masuk kembali untuk bersembunyi. Tiba-tiba bau anyir menyergap.

Di luar sana Semarang sudah cukup chaos. Pasukan Jepang yang dipimpin Mayor Kido mulai bergerak untuk mengambil alih Kota Semarang dari para pemuda yang dipelopori oleh AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia).

Setelah tentara Jepang menguasai area di sekitar Wihelminaplein (sekarang bundaran Tugu Muda), pasukan Kempetai yang dipimpin Kapten Wada Kunishige mendapat perintah untuk mengamankan Penjara Bulu dan kampung sekitar untuk mencari orang Jepang yang ditawan oleh pemuda.

Penjara Bulu Semarang yang saat ini jadi Lapas Perempuan pernah jadi saksi bisu pembantaian orang Jepang oleh pribumi. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Penjara Bulu Semarang yang saat ini jadi Lapas Perempuan pernah jadi saksi bisu pembantaian orang Jepang oleh pribumi. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

Saat sampai di Penjara Bulu, tentara Jepang menemukan pemandangan yang mengerikan.

Salah seorang perwira Kempetai bernama Sersan Tanaka dalam memoarnya menulis, setelah pintu gerbang penjara dibuka, ia melihat orang Indonesia tunggang-langgang melarikan diri.

"Saat itu keluar seseorang yang berlumuran darah. Ia hanya berkata 'terima kasih' lalu jatuh dan meninggal. Ternyata ia merupakan kepala Dinas Kereta Api Jawa Tengah," tulisnya.

Tanaka juga menggambarkan hari sudah gelap. Ketika ia memasuki Penjara Bulu, hanya ada mayat yang bergelimpangan.

"Di kamar-kamar itu dimasukkan banyak sekali orang-orang Jepang yang telah dibunuh dengan kejam. Mayat-mayat itu bertumpuk-tumpuk berlumuran darah dan sudah tidak bisa dikenali lagi. Dekat jendela terdapat mayat yang menggantung. Darah hitam kemerah-merahan membeku di lantai setebal 10 cm. Di antaranya masih ada yang hidup, namun wajah mereka tidak dapat dikenali lagi, seperti setan menyedihkan," jelasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Rekomendasi

Terkini

X