[KAMUS SEMARANGAN] Wes Tanggal Tuo, Wayahe Rak Ndue Det!

photo author
- Jumat, 9 Juli 2021 | 13:32 WIB
Dikarenakan lebih terbentuk dari pengucapan lisan, bahasa Semarangan sering keluar dari kaedah. Salah satunya adalah hobinya yang suka menyingkat-singkat kata. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Dikarenakan lebih terbentuk dari pengucapan lisan, bahasa Semarangan sering keluar dari kaedah. Salah satunya adalah hobinya yang suka menyingkat-singkat kata. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM -- “Wes tanggal tuo, wayahe rak ndue det.” Sepotong kalimat itu mungkin akan akrab didengar bila hidup di Kota Semarang atau berada di dekat orang-orang Semarang.

Sebab masyarakat kota ini punya satu kekhasan pengucapan sehari-hari yang disebut dengan bahasa Semarangan.

Penggalan kalimat tadi juga menunjukan satu kekhasan yang kentara yakni penyingkatan “duit” menjadi “det” saja. Penyingkatan seperti ini ternyata menjadi hal yang lazim bagi bahasa Semarangan.

Hartono Samidjan dalam bukunya yang membahas bahasa semarangan Halah Pokokmen menuliskan jika bahasa semarangan memang punya ciri khas yang suka menyingkat kata.

Penyingkatan itu dinilai Hartono karena bahasa semarangan lebih kental dalam pengucapan lisan daripada tulis.

Hartono kemudian menjelaskan dalam ragam bahasa lisan kita tidak mengenal tanda baca. Melainkan memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, mimik, gerak tangan, atau isyarat untuk mengucapkan ide.

Dalam ragam bahasa lisan, didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelepasan kata, frasa dan pengucapan kalimat yang tidak baku.

Perkara baku tidak-baku, dalam bahasa tulisan memang diharuskan mematuhi patron yang sudah dibentuk. Namun jika bahasa lisan cenderung lebih longgar, bahkan setiap orang bisa membuat kaidah sendiri.

Menurut Hartono setiap orang tidak ingin terbelunggu dalam pengucapan bahasa atau berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Itulah kenapa secara sadar atau tidak, terjadi penyimpangan saat berbicara.

AYO BACA : [KAMUS SEMARANGAN] Konotasi Kata dalam Bahasa Semarangan Tak Selalu Bermakna Negatif

Salah satu yang paling sering terlihat penyimpangan itu seperti yang sudah disebutkan oleh Hartono tadi  adalah tentang penyingkatan atau penyusutan kata.

Dalam bahasa Jawa fenomena itu sering terjadi. Namun penyingkatan itu akan semakin beragam dalam dialek semarangan, banyak yang disingkat dan berubah bunyi.

Berikut ini adalah contoh penyingkatan dalam bahasa semarangan. Dhuwit menjadidhit, limang rupiah menjadi mangpi, lampu abang-ijo menjadi bangjo, kebun binatang menjadi bonbin, orak menjadi rak, ngerti menjadi reti, mengko dhisik menjadi ngko sik, ya wis ta menjadi yis ta.

Untuk penyebutan mung siji orang Semarang lebih suka memakai sak ler atau siji thok.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Budi Cahyono

Tags

Rekomendasi

Terkini

X