(KAMUS SEMARANGAN) Gaya Dialek Semarangan Lugas dan Keras, Unggah-Ungguhing Basa Masih Dipraktikkan

photo author
- Jumat, 30 Juli 2021 | 10:06 WIB
Kawasan Kota Lama Semarang dipadati pesepeda, Minggu 14 Juni 2020. (Ayosemarang.com/Kemmy Wijaya)
Kawasan Kota Lama Semarang dipadati pesepeda, Minggu 14 Juni 2020. (Ayosemarang.com/Kemmy Wijaya)

SEMARANGTENGAH, AYOSEMARANG.COM -- Gaya bicara orang Semarang yang lugas dengan nada keras, hingga nyaris membentak, sering menimbulkan kesan kayak "yak-yako".

Artinya mengesankan sebagai orang yang paling mampu melakukan atau mengetahui semua topik dalam peristiwa tertentu.

Hal tersebut disampaikan Hartono Samidjan, peneliti bahasa Kota Semarang dan penulis buku Halah Pokokmen. Menurutnya, hal tersebut karena adanya frasa-frasa tertentu yang dipakai sebagai penekanan kalimat tuturan.

"Frasa-frasa ini antara lain he-eh rak?, Ya rak?, Koe Reti rak?, Ngarahku," ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang didapat, Jumat 30 Juli 2021.

Hartono menambahkan, anda boleh mendukung pernyataan lawan tutur dengan berujar "kandani ok!", "He-eh ta!", "Ngono to!", atau membantah dengan seruan, "ya rak ta!" atau "Ndak Iyo?". Namun usahakan jangan sampai pernyataan anda menimbulkan kesan ngepal atau ngilani lawan tutur anda.

"Ngepal berarti meremehkan kemampuan lawan tutur anda. Sedangkan ngilani memiliki makna anda secara langsung menganggap kemampuan atau pengetahuan lawan tutur lebih rendah daripada Anda. Hal semacam ini perlu dihindari. Sebab menghormati lawan tutur adalah salah satu cara menjaga kelancaran komunikasi," imbuhnya.

AYO BACA : [KAMUS SEMARANGAN] Konotasi Kata dalam Bahasa Semarangan Tak Selalu Bermakna Negatif

Dialek Semarangan, lanjutnya, juga cenderung menyederhanakan unggah-ungguhing basa. Meskipun mayoritas penutur memahami Krama Inggil, mereka hanya mampu merangkai kalimat tuturan hingga Krama Madya. 

"Namun dialek Semarangan tetap menaati prinsip dasar tutur, yakni bersikap hormat dan memilih kata-kata yang lebih halus saat berbicara pada lawan tutur yang lebih tua," katanya.

Orang tua kandung dan atasan otomatis menduduki tingkat tutur tertinggi. Demikian pula orang yang lebih tua, apa pun latar belakanganya juga menduduki tingkat tutur tertinggi.

"Sekasar-kasar penutur dialek Semarangan, ketika berbicara dengan yang lebih tua, otomatis berusaha menggunakan bahasa yang lebih halus sesuai tingkat berbahasanya. Dari Ngoko Alus, Krama Madya, hingga Krama Inggil," katanya.

Kosakata mingguan bahasa Semarangan hari ini:

1. Aeng-aeng (banyak tingkah)

AYO BACA : [KAMUS SEMARANGAN] Tek' e, Pecah Ndase dan Koyane Gedhi, Tak Semuanya Ungkapan Semarangan Kasar

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Budi Cahyono

Tags

Rekomendasi

Terkini

X