Sehingga, bangunan masjid yang dapat disaksikan saat ini merupakan bangunan baru hasil renovasi, namun sebagian besar bangunan masih menggunakan bahan-bahan asli dari masjid lama.
Pembangunan masjid yang berukuran 30 meter x 26 meter ini dapat disaksikan pada candrasengkala yang tertera pada salah satu dinding masjid yang menggunakan huruf Jawa dan Arab.
Candrasengkala tersebut jika diartikan akan tertera angka tahun 1483 Saka atau tahun 1561 Masehi, dan dipugar pertama kali tercatat pada tahun 1929 Masehi.
Di sebelah utara masjid terdapat kompleks pemakaman yang ketinggiannya lebih rendah dari masjid, konon tokoh yang dimakamkan di lokasi ini adalah Raden Nur Rohmat atau juga dikenal dengan Sunan Sendang.
Raden Nur Rohmat ini adalah keturunan dari Raja Persia dan ibunya bernama Dewi Sukarsih, putri Tumenggung Joyo dari Sedayu Lawas.
Sunan Sendang yang mendapatkan perintah dari Sunan Drajat untuk mendirikan masjid sehingga beliau menggagas dan melaksanakan pembangunan Masjid Sendang Duwur ini.
Setelah masjid berdiri, kemudian Sunan Sendang menggali sebuah sumur sedalam 35 meter, yang hingga saat ini sumur tersebut masih ada dan dikenal dengan nama Sumur Giling.
Yang unik dari sumur tersebut adalah pada saat pengambilan air dari dalam sumur menggunakan silinder yang di gowes sebagaimana kita menggowes sepeda.
Saat Sunan Sendang wafat, kemudian beliau dimakamkan di sebelah barat masjid Sendang Duwur.
Pada kompleks Makam Sendang Duwur terbagi menjadi empat halaman yang berada di sebelah utara dan barat dari Masjid Sendang Duwur, pada tiap halaman dibatasi oleh pagar dan gerbang untuk akses masuknya.
Empat halaman tersebut membentuk pola yang tersusun ke belakang dengan makam utama yani makam Sunan Sendang.
Bagian yang paling menarik pada kompleks makam ini adalah pintu gerbang Paduraksa yang terbuat dari bahan batu putih dengan gaya arsitektur Hindu Budha.
Lalu mengapa gapura komplek makam ini berbentuk seperti candi? mungkinkan dulu merupakan sebuah candi yang kemudian berubah fungsi? Tidak ada catatan resmi yang bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Namun berdasarkan cerita masyarakat sekitar yang kebenarannya diyakini secara turun temurun, yakni komplek ini dahunya merupakan lokasi untuk pembakaran jenazah pada masa Kerajaan Majapahit.
Jika ditilik dari nama bukit di mana Sendang Duwur ini berada adalah Bukit Amintuno dan nama dusun dari lokasi ini ini juga Tunon, dalam bahasa Jawa Kawi kata Tunon berarti pembakaran.(*)