BATANG, AYOSEMARANG.COM - Pada Jumat sore, 23 Agustus 2024, suasana di depan Gedung DPRD Kabupaten Batang mendadak ramai oleh kehadiran puluhan mahasiswa yang datang dengan satu tujuan: menyuarakan aspirasi mereka terkait berbagai isu penting yang tengah mengemuka. Dalam aksi damai yang penuh semangat itu, para mahasiswa mengkritisi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), revisi UU Pilkada, serta sejumlah isu kedaerahan yang dirasa mendesak untuk diselesaikan.
Tak hanya sekadar berorasi, para mahasiswa juga membawa sebuah petisi dengan delapan poin tuntutan yang mereka beri judul "Mengecam Korupsi Konstitusi oleh Dewan Perwakilan Rakyat." Aksi ini mencerminkan kekhawatiran dan ketidakpuasan mereka terhadap kondisi politik dan kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
Ketua Sementara DPRD Kabupaten Batang, Maulana Yusup, merespons aksi tersebut dengan sikap yang terbuka. Ia tak segan duduk bersila di tengah-tengah para mahasiswa, menunjukkan bahwa ia siap mendengar dan berdialog dengan mereka.
"Kami di DPRD memiliki kewajiban untuk menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat melalui prosedur yang berlaku," ujar Yusup, menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut.
Baca Juga: Menang Susah Payah, Gilbert Bersyukur PSIS Mampu Taklukan PSBS Biak
Di antara delapan poin yang diajukan, mahasiswa menuntut DPR RI untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai "pembangkangan konstitusi" dan menghormati putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Mereka juga mendesak agar upaya revisi UU Pilkada dihentikan, serta meminta DPR RI untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Indonesia atas tindakan yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi.
Selain itu, para mahasiswa juga menyoroti isu-isu lokal yang belum terselesaikan, seperti kualitas pendidikan di Kabupaten Batang dan realisasi Bantuan Beasiswa yang masih dianggap belum optimal. Mereka juga menuntut pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan dampak lingkungan akibat pembangunan kawasan industri yang semakin masif.
"Indonesia baru saja merayakan kemerdekaan yang ke-79, namun perayaan ini ternoda oleh sikap elit-elit kebijakan yang mempertontonkan pembangkangan konstitusi tanpa sedikitpun rasa malu," seru seorang mahasiswa dalam orasinya, menyuarakan kekecewaan mereka terhadap tindakan DPR RI yang dinilai mengabaikan putusan MK.
Mahasiswa mengkritik langkah cepat DPR yang langsung mengadakan rapat revisi UU Pilkada setelah keluarnya putusan MK, tanpa mengindahkan putusan yang seharusnya bersifat final dan mengikat.
Aksi ini berlangsung dengan damai selama satu jam, dan sekitar pukul 16.30 WIB, para mahasiswa membubarkan diri dengan tertib setelah membagikan selebaran tuntutan yang telah mereka sepakati bersama Ketua Sementara DPRD Kabupaten Batang. Aksi ini, meskipun singkat, berhasil menarik perhatian publik dan menjadi bukti bahwa suara mahasiswa tetap menjadi elemen penting dalam mengawal demokrasi dan keadilan di negeri ini.