Begini Tradisi Warga Kaliwungu Setiap Menyambut Maulud Nabi Muhammad SAW

photo author
- Senin, 16 September 2024 | 13:34 WIB
warga menggelar tradisi weh-wehan peringati maulud nabi (edi prayitno/kontributor kendal)
warga menggelar tradisi weh-wehan peringati maulud nabi (edi prayitno/kontributor kendal)

 

KENDAL,AYOSEMARANG.COM - - Peringatan maulud nabi Muhammad SAW di Kaliwungu selalu istimewa, bahkan warga menyebutnya lebaran ketuwin.  Ketuwin sendiri merupakan tradisi lokal yang berlangsung setahun sekali yang jatuh pada bulan Maulud atau Rabiul Awwal.

Ketuwen atau ketuwinan dirayakan dalam rangka menyambut hari kelahiran Nabi Agung Muhammad SAW yang jatuh pada tanggal 12 Robiul Awal. Dalam memeriahkan ketuwinan, masyarakat Kaliwungu mempunyai tradisi berzanji, weh–wehan dan memasang teng–tengan atau lampion di depan rumah.

Suasana ketuwin semakin semarak dengan adanya pemasangan teng–tengan di depan rumah. Pemasangan teng–tengan di depan rumah dimulai pada tanggal 1 Rabiul Awwal atau 1 Maulud hingga akhir bulan.

Teng–tengan atau lampion ini sebelum tahun 2000an banyak terbuat dari kertas warna–warni dengan bentuk yang bervariasi dengan bakan bakar minyak tanah, seperti teng–tengan kapal, teng-tengan kodok, teng–tengan roket dan teng–tengan bintang.

Namun, setelah tahun 2000an, teng–tengan telah bergeser dan digantikan oleh lampu kelap – kelip.

Kegiatan  berzanji hampir dilaksanakan di setiap musola atau masjid dimulai sejak Rabo pungkasan, yakni Rabu terakhir di bulan Safar. Sedangkan puncaknya biasanya warga menggelar weh–wehan pada malam kedua belas Rabiul Awwal.

Baca Juga: Tradisi Weh-Wehan Sambut Maulud Nabi, Tradisi yang Hanya ada di Kaliwungu

Weh–wehan sendiri berarti  tukar menukar jajan dengan tetangga kanan kiri. Tokoh agama Kaliwungu KH Asroi Tohir mengungkapkan,  tradisi weh-wehan  memiliki beberapa tujuan yakni memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, mempererat tali persaudaraan, menjaga kerukunan antar warga dan mendidik anak untuk mencintai Rasulullah.

“Selain itu juga menumbuhkan rasa syukur atas nikmat Allah SWT dan melestarikan identitas khas Kaliwungu,” katanya.

Dikatakan, tradisi Weh-wehan merupakan tradisi saling bertukar makanan dan memberi antar sesama yang telah dilakukan sejak zaman Walisongo. Tradisi ini dilakukan dengan mengunjungi rumah warga seraya membawa makanan untuk ditukar dengan sang empunya rumah. 

Salah satu makanan khas tradisi Weh-wehan adalah sumpil, yaitu makanan yang terbuat dari bahan beras dan dibungkus daun bambu.

Masjid Besar Al Muttaqin Kaliwungu bahkan menggelar pekan maulud dengan berbagai kegiatan.  Lomba–lomba di pekan Festival Al-Mutaqien meliputi lomba adzan, menulis kaligrafi, menulis puisi, menulis biografi, rebana, menghias jajan khas Kaliwungu, hingga berzanzi massal. 

Semarak peringatan maulud nabi di Kaliwungu ini memang sungguh luar biasa. Sehingga masyarakat Kaliwungu menyebut hari itu sebagai bodo ketuwin. Antusiasme masyarakat untuk nguri–nguri bodo ketuwen bisa dilihat dari aktivitas masyarakat pada hari itu.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: E. Prayitno

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB
X