AYOSEMARANG.COM -- Polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret nama mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memicu perhatian publik. Kali ini, kritik datang dari mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 2002–2007, Prof. Dr. Sofian Effendi.
Dalam pernyataanya, Prof Sofian dengan tegas mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi yang disebut-sebut hilang oleh pihak kampus. Ia menekankan bahwa tidak pernah ada bukti sah yang menunjukkan ijazah tersebut benar-benar ada.
“Dikatakan hilang, tapi di mana bukti kalau ijazah itu pernah ada?” katanya dikutip dari sawitku.id, Senin 14 April 2025.
Tak hanya mempertanyakan klaim tersebut, Prof Sofian juga menyampaikan keraguannya terhadap keterangan resmi dari pihak rektorat dan dekanat UGM. Menurutnya, penjelasan yang disampaikan justru memunculkan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban.
“Alih-alih memberikan penjelasan yang jelas, yang ada justru semakin banyak kejanggalan,” sambungnya.
Salah satu sorotan Prof Sofian tertuju pada penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis foto yang tercantum dalam dokumen ijazah Jokowi. Hasilnya, kata dia, memperlihatkan adanya ketidaksesuaian.
“Teknologi sekarang bisa mengungkap detail, dan menurut analisis, foto itu tidak cocok,” lanjutnya.
Baca Juga: Planet of The Apes di Goa Kreo Semarang: Monyet-monyet Saling Berbagi Wilayah Kekuasaan
Lebih lanjut, ia juga mengkritik dokumen skripsi Jokowi yang dinilai tidak memenuhi standar akademik. Beberapa elemen penting, seperti nama dosen pembimbing, jadwal ujian, hingga catatan nilai, disebut tidak tercantum secara jelas atau bahkan tidak ditemukan sama sekali.
“Semua elemen penting seperti itu seharusnya tercatat dengan jelas, tetapi yang ada justru kekosongan,” tuturnya.
Pernyataan Prof Sofian tersebut menambah tekanan terhadap UGM yang kini menjadi sorotan publik. Ia mendesak agar pihak kampus tidak terus-menerus menghindar dari pertanyaan yang muncul dan mulai bersikap transparan.
“Saatnya UGM bicara jujur, bukan hanya menjaga citra. Rektor dan dekan harus berani membuka fakta, bukan sembunyi di balik narasi,” pungkasnya.