YOGYAKARTA, AYOSEMARANG.COM — Bank Pembangunan Daerah (BPD) didorong untuk mengambil peran strategis dalam mendukung tata kelola keuangan desa yang transparan dan akuntabel melalui digitalisasi sistem keuangan. Peran tersebut menjadi sorotan utama dalam Seminar Nasional BPD se-Indonesia (BPDSI) bertajuk Implementasi Sistem Keuangan Desa Melalui BPDSI untuk Mendukung Tata Kelola Keuangan Desa yang digelar Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dan Bank BPD DIY di Yogyakarta, Kamis (7/8/2025).
Ketua Umum Asbanda Agus Haryoto Widodo menekankan bahwa BPD tidak hanya bertugas sebagai lembaga intermediasi keuangan, tetapi juga merupakan katalisator pembangunan daerah. Dalam konteks desa, transformasi digital melalui Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) dan integrasi dengan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) dinilai krusial dalam memperkuat akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan keuangan. “Langkah ini menjadi tonggak elektronifikasi transaksi pemerintah daerah yang konkret dan mendukung penuh agenda digitalisasi fiskal,” ujar Agus, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai kehadiran sistem keuangan desa berbasis digital sebagai bentuk keadaban birokrasi. Menurut dia, digitalisasi melalui Siskeudes tidak hanya mempercepat proses pencairan anggaran, tetapi juga mempersempit ruang manipulasi serta memperkuat transparansi dan keadilan fiskal. Ia menambahkan bahwa integrasi sistem ini dengan layanan Cash Management System (CMS) milik BPD akan memperkuat kolaborasi pengelolaan anggaran desa.
Sejumlah pejabat kementerian turut hadir sebagai narasumber, antara lain Bahri dari Kementerian Dalam Negeri, Jaka Sucipta dari Kementerian Keuangan, serta Chairman Infobank Institute Eko B. Supriyanto. Bahri menjelaskan bahwa hingga kini sebanyak 11.070 desa dari 115 kabupaten/kota telah menerapkan transaksi non-tunai melalui integrasi Siskeudes dan CMS Bank. Di Provinsi DIY, tercatat tiga kabupaten yang telah mengimplementasikannya, yakni Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul.
Sementara itu, Jaka Sucipta menyampaikan bahwa sejak 2015 hingga kini, total dana desa yang telah digelontorkan pemerintah mencapai Rp678,9 triliun. Ia mengungkapkan bahwa sebanyak 95,3 persen desa telah menggunakan Siskeudes. Namun, sekitar 3.000 desa masih belum terjangkau karena keterbatasan infrastruktur telekomunikasi. Untuk mengatasi hal itu, Kemenkeu tengah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Keuangan Desa Teman Desa (SIKD Teman Desa) sebagai solusi bagi wilayah yang belum dapat mengakses Siskeudes berbasis daring.
Eko B. Supriyanto mengingatkan bahwa tantangan implementasi digitalisasi keuangan desa tidak hanya terletak pada sistem, tetapi juga pada kapasitas pengguna. Menurut dia, banyak perangkat desa masih mengalami kendala dalam memahami teknis operasional aplikasi. Selain itu, keterbatasan infrastruktur dan potensi serangan siber juga perlu menjadi perhatian serius. “BPD secara IT sudah kuat, tapi titik lemahnya tetap di pelaksana, yakni pemerintah desa. Serangan siber bisa masuk dari sana,” katanya. Ia juga menyoroti kurangnya dukungan teknis dari pusat saat terjadi gangguan sistem sebagai salah satu faktor yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap sistem yang telah dibangun.
Melalui seminar ini, Asbanda mendorong sinergi berkelanjutan antara BPD, pemerintah pusat, dan daerah agar pengelolaan keuangan desa dapat berjalan lebih transparan, akuntabel, dan adaptif terhadap kemajuan teknologi.***