KENDAL,AYOSEMARANG.COM – Rancangan kebijakan lima hari sekolah yang digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendapat penolakan dari Pemerintah Kabupaten Kendal.
Bupati Kendal, Dyah Kartika Permanasari, menyatakan kebijakan tersebut dinilai tidak efisien dan tidak tepat untuk diterapkan di daerahnya yang dikenal sebagai "Kota Santri".
Kekhawatiran terbesar dari penerapan kebijakan ini adalah dampaknya terhadap kelangsungan lembaga pendidikan keagamaan, seperti Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) dan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), yang selama ini mengisi waktu belajar siswa pada sore hari setelah pulang dari sekolah formal.
"Pemerintah Provinsi Jateng memang akan menyusun Perda 5 hari sekolah dan meminta persetujuan kabupaten/kota. Kendal menyampaikan tidak setuju. Alhamdulillah banyak yang tidak setuju. Jadi hanya di kota tertentu, misalnya Kota Semarang, yang setuju," tegas bupati.
Ia menegaskan identitas Kendal sebagai daerah dengan banyak pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam yang sangat mengedepankan nilai-nilai agama.
Sistem sekolah enam hari dinilai lebih pas karena memberi ruang bagi anak-anak untuk menimba ilmu agama di madrasah diniyah pada sore hari.
"Kabupaten Kendal kan banyak sekali TPQ atau MDA, itu kan setelah pulang sekolah. Nanti kalau 5 hari sekolah, otomatis jamnya tambah sore, anak-anak jadi tambah capek dan sudah tidak mau lagi sekolah sore," ungkapnya.
Bupati berharap kebijakan tersebut tidak dipaksakan untuk Kendal. "Kami ingin agar anak-anak di Kendal ini tetap mendapatkan ilmu agama yang lebih banyak, jadi harapan kami tetap 6 hari sekolah," imbuhnya.
Penolakan serupa disampaikan oleh Ketua PCNU Kendal, KH Mustamsikin. Ia menyatakan organisasinya tidak mendukung penerapan lima hari sekolah karena dinilai akan mengganggu ekosistem pendidikan agama.
"Kita sangat berharap sekolah formal di Kabupaten Kendal tetap menerapkan 6 hari sekolah. Karena biar ada kesempatan kepada anak-anak untuk memperdalam sekolah di madrasah. Kalau diterapkan 5 hari, anak-anak akan bubar (pulang) sore dan tidak akan ada TPQ lagi," ungkap Mustamsikin.
Kekhawatiran ini sangat realistis mengingat MDA dan TPQ menggantungkan waktunya pada jam usai sekolah formal. Jika sekolah formal menerapkan sistem lima hari dengan jam pulang yang lebih sore, dikhawatirkan anak-anak akan kelelahan dan kehilangan minat untuk belajar agama, yang pada akhirnya dapat mematikan lembaga-lembaga keagamaan tersebut.
Dengan penolakan ini, Pemerintah Kabupaten Kendal bertekad untuk mempertahankan sistem sekolah enam hari guna melindungi ruang bagi pendidikan agama dan menjaga warisan budaya keislaman yang telah menjadi ciri khas daerahnya.