AYOSEMARANG.COM -- Tanpa terasa sudah lebih dari separuh bulan kita menjalani ibadah puasa Ramadhan tahun 1444 Hijriah.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, di waktu seperti ini perhatian orang sudah mulai sedikit terpecah antara ibadah dengan mudik.
Mudik Lebaran memang telah menjadi tradisi tahunan yang dilakukan hampir 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Satu momentum yang diidentikkan dengan kemacetan yang terkadang terjadi hingga berhari-hari.
Namun ternyata kemacetan tersebut bukan menjadi penghalang orang untuk pulang ke kampung halaman.
Bahkan hingga ada istilah, "Kalau tidak macet bukan mudik", itulah perwujudan dari antusiasme penduduk pada mudik.
Bicara tentang mudik akan erat kaitannya dengan sarana transportasinya termasuk dalam hal ini angkutan umum.
Karena kebutuhan alat angkut yang tinggi sehingga pemerintah memerlukan menambah alat angkut itu sendiri yang otomatis akan bekerja sama dengan pihak pengusaha angkutan umum.
Penambahan biaya inilah otomatis akan menambah biaya operasional sehingga untuk menutupnya penumpang akan dikenakan biaya tambahan yang berupa kenaikan tarif.
Baca Juga: Program Mudik Gratis, Pemerintah Kabupaten Batang Siapkan 3 Armada Bus
Kenaikan tarif ini biasa disebut dengan tuslah di tahun-tahun yang lalu pemerintah menetapkan tuslah sampai dengan 15 persen dari harga hari biasa.
Pengenaan tuslah yang paling terasa adalah pada moda angkutan darat atau bus.
Khususnya Bus Antar Kota Antar Provinsi atau disingkat dengan AKAP.