Hal ini mirip dengan kasus yang disampaikan Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thalibin:
لو أوصل الدواء الى داخل لحم الساق أو غرز فيه السكين فوصلت مخه لم يفطرلأنه لم يعد عضوا مجوفا
Artinya, “Jika seseorang memasukkan obat pada daging betisnya, atau ia menusukkan pisau di bagian betisnya lalu kemudian pengaruhnya sampai pada bagian otak, maka hal tersebut tidak sampai membatalkan puasa, karena betis tidak dianggap sebagai anggota tubuh bagian dalam yang berongga." (An-Nawawi, Raudatut Thalibin, [Maktabah Al-Islami], juz II, halaman 358).
Argumentasi Imam An-Nawawi ini menjadi pandangan mayoritas ulama. Baik injeksi tersebut memiliki dampak atau tidak, tetap dianggap tidak membatalkan puasa karena dilakukan pada selain rongga tubuh yang terbuka.
Namun, ada juga ulama yang memilah hukumnya berdasarkan efek samping dari suntikan tersebut.
Hasan bin Ahmad bin Salim Al-Kaf mengatakan bahwa hukum suntik saat puasa adalah boleh, karena dianggap darurat.
Namun, mengenai hukum batal atau tidaknya puasa terjadi tiga perbedaan pendapat.
Pendapat pertama mengatakan suntik secara mutlak membatalkan puasa karena tindakan tersebut adalah tindakan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh.
Pendapat kedua mengatakan suntik saat berpuasa sama sekali tidak membatalkan puasa, karena suntik dilakukan pada bagian tubuh yang tidak berongga.
Pendapat ketiga (pendapat ashah) mengatakan bahwa hukum suntik harus diperinci berdasarkan efek sampingnya. Yaitu (a) jika suntikannya mengandung efek seperti makanan, maka hukumnya membatalkan puasa, dan (b) jika tidak mengandung efek sebagaimana tersebut maka tidak membatalkan puasa.
(Hasan bin Ahmad bin Salim Al-Kaf, At-Taqriratus Sadidah, [Darul 'Ulum Al-Islamiyah], halaman 452).
Semoga jawaban dari suntik KB apakah membatalkan puasa tersebut bermanfaat! (*)