Ia menilai aturan tarif transportasi online yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan masih bersifat statis, sementara dinamika di lapangan sangat fluktuatif.
"Ketika pemerintah menetapkan tarif batas atas dan bawah, pendekatannya hanya biaya operasional kendaraan. Padahal algoritma aplikasi transportasi online berjalan sangat dinamis setiap menitnya. Inilah yang harus dievaluasi," terang Okto.
Menurutnya, fleksibilitas jam kerja driver ojol tidak selalu sejalan dengan keadilan dalam pendapatan mereka.
Oleh karena itu, ia mendorong agar RUU Transportasi Online menghadirkan tarif yang berkeadilan, mempertimbangkan kebutuhan driver, aplikator, dan kepentingan pemerintah.
Dari sisi pelaku lapangan, Daniel dari Asosiasi Driver Online (ADO) menegaskan pentingnya kehadiran payung hukum. Ia mengaku driver kerap dirugikan oleh aturan sepihak perusahaan aplikasi.
"Kalau kami dianggap mitra, seharusnya kemitraan itu dibangun atas kesepakatan bersama, bukan kontrak sepihak. Tanpa kami, bisnis aplikator tidak akan jalan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji, menyambut baik aspirasi yang dibawa dari daerah. Ia menyebut Fraksi Golkar tengah menginisiasi RUU Perlindungan Pekerja Ekonomi GiG yang juga menyasar driver transportasi online.
"Pertemuan seperti ini sangat kami idamkan. Ada aspirasi dari daerah yang dikawal sampai pusat. Ini akan kita tindak lanjuti baik melalui pengawasan maupun legislasi," jelas Sarmuji.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara DPRD dan DPR RI dalam memperjuangkan kepentingan pekerja sektor transportasi online.
"Benang merahnya jelas, dari daerah ke pusat, terutama lewat Fraksi Golkar," tandasnya.
Pertemuan ini diakhiri dengan ajakan kepada seluruh driver online di Indonesia untuk terus mengawal proses legislasi dan menyampaikan aspirasi.
Harapannya, RUU Transportasi Online yang tengah digodok dapat memberi perlindungan dan keadilan bagi para driver, aplikator, sekaligus mendukung kepentingan publik.