SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Ratusan santri dan perwakilan ormas Islam mendatangi Kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah, Rabu 15 Oktober 2025.
Mereka menyampaikan protes sekaligus mendesak penghentian tayangan program Xpose Uncensored Trans7 yang dinilai telah melukai perasaan para kiai dan santri.
Perwakilan santri yang tergabung dalam Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) menyebut, konten dalam program tersebut dianggap melakukan framing terhadap ulama dan pesantren secara tidak benar.
“Kami sangat resah dengan video viral itu, karena para kiai kami di Lirboyo diframing tidak sesuai dengan kenyataan. Tayangan seperti itu sangat tidak elok dipertontonkan di televisi nasional,” ujar salah satu perwakilan santri, Hafidz Iwan Cahyono yang juga berasal dari Patriot Garuda Nusantara usai pertemuan dengan KPID Jateng.
Baca Juga: Inilah Prospek Kerja Menjanjikan untuk Lulusan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Ia menambahkan, pihaknya menilai Trans7 melanggar sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, termasuk pasal-pasal yang mengatur sanksi administratif dan pidana.
“Kami meminta KPID tidak hanya melarang penayangan program itu, tapi juga mengirim surat ke kementerian untuk mencabut izin siar Trans7 dan jaringan Trans Media di wilayah Jawa Tengah,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah Aulia Ashaidin menilai tayangan program Xspose Unsensored di stasiun televisi Trans7 telah melanggar sejumlah ketentuan penyiaran.
Penilaian itu disampaikan setelah KPID Jateng menerima audiensi dari sekitar 30 perwakilan alumni Pondok Pesantren Lirboyo yang menyampaikan keberatan terhadap tayangan tersebut.
Baca Juga: Peringatan HSN 2025, Tekankan Peran Santri dalam Membangun Peradaban
Ketua KPID Jateng mengatakan, para perwakilan alumni menyayangkan konten program Xspose Unsensored yang dianggap melukai perasaan para kiai dan santri.
“Narasi dalam tayangan itu memang tidak mencerminkan adab kepada para kiai, santri, maupun pondok pesantren. Kami menilai tayangan itu tidak sesuai regulasi yang telah diterbitkan oleh KPID, baik Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) maupun Standar Program Siaran (SPS),” ujarnya.
Menurut kajian KPID Jateng, terdapat 16 pasal yang dilanggar, dengan 6 pasal utama yang dinilai paling berat.
“Secara regulasi, tayangan itu seharusnya tidak boleh muncul di televisi,” tegasnya.