SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Eksekusi tanah milik Kyai Murodi di Gunungpati Semarang atau tepatnya di Jalan Kalimasada Banaran RT 7/RW 5, Kelurahan Sekaran, berlangsung ricuh dengan diwarnai aksi saling dorong, Selasa 9 September 2025.
Eksekusi tanah milik kyai itu berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang bakal dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Semarang batal dilakukan karena terjadi perlawanan dari pihak tergugat.
Ketegangan ini terjadi ketika kuasa hukum penggugat dengan nama Ngastini yang diwakili Kuasa Hukumnya, Novel Al Bakri datang di lokasi.
Belum sempat menyampaijan maksud, warga dan santri yang didominasi anggota Nahdatul Ulama (NU) yang mengamankan kawasan itu menolak dengan saling dorong. Kuasa hukum pun sempat terjatuh.
Di sisi lain, warga dan santri melantunkan sholawat serta mengibarkan bendera lambang NU. Atas penolakan itu Novel benar-benar tak bisa masuk kembi dan akhinya pergi.
Tidak berhenti di situ, ketegangan muncul kembali usai Juru Sita Pengadilan Negeri Semarang hadir pukul 11.00. Mereka tidak bisa membacakan surat penetapan eksekusi, bahkan sekedar melihat objek yang akan dieksekusi saja mereka dihalangi oleh masa.
Kyai Murodi, sebagai pihak tergugat mengaku heran atas eksekusi tanah seluas 3.100 meter tersebut. Sebab tanah itu sudah lama dibagikan kepadanya berdasarkan musyawarah keluarga. Penggugat sendiri yang bernama Ngastini padahal masih saudara.
“Saya dulu dikasih tanah orang tua saya dari Pak Sanusi dan Mbah Sarmo. Sejak dulu sudah dikumpulkan di sini, sudah musyawarah. Sekarang malah diminta lagi, malah mau dieksekusi. Padahal di kelurahan tidak ada surat atas nama Sarijan, yang ada hanya Sanusi, Sarmo, dan Murodi,” jelasnya.
Baca Juga: Realisasi Penyaluran KUR di Jawa Tengah Capai Rp30,48 Triliun
Murodi menambahkan lahan itu tidak hanya ditempati empat keluarga melainkan terdapat akses jalan, masjid, serta madrasah diniyah (madin).
“Kalau semua digusur, kasihan anak cucu nanti mau tinggal di mana. Madin pun terancam ditutup,” tambahnya.
Sementara dari Kuasa Hukum Murodi, Dewang Purnama Putra menyampaikan persoalan ini berawal dari tahun 1984.
Putusan pengadilan tingkat kasasi keluar pada 1995, dan dikuatkan hingga peninjauan kembali (PK) pada 2009.