“Sebenarnya ini sengketa waris, tapi ditarik ke ranah peradilan umum. Putusan memang sudah inkrah, kami akui. Namun ada sisi kemanusiaan dan adab yang mestinya dijunjung,” ujarnya.
Dewang melanjutkan, sebagian besar lahan yang sengekata sejauh ini dipakai untuk fasilitas pendidikan agama.
Baca Juga: Kronologi Penggerebekan Dua Guru SMP di Kendal Diduga Berselingkuh, Suami Sudah Pasrah
“Di sini ada madrasah, tempat anak-anak mengaji. Bahkan akses menuju tempat ibadah pun sudah diberikan tanpa pungutan biaya oleh Kyai Murodi. Jadi kalau semua dirobohkan, yang terdampak bukan hanya keluarga, tapi juga masyarakat sekitar,” jelasnya.
Adapun dalam upaya penyelesaian, pengadilan sebelumnya sudah menyarankan agar pihak keluarga menempuh mediasi. Tetapi pihak Ngastini tetap bersikeras mengeksekusi penuh lahan seluas 3.100 meter tersebut.
“Kami minta pengadilan tidak hanya menegakkan keadilan lewat kertas hukum, tapi juga mengedepankan kemanusiaan dan adab. Jangan sampai seorang ulama, kiai kampung, diperlakukan tanpa rasa hormat,” tambahnya.
Dari perwakilan santri, Gus Hafid Iwan Cahyono, menilai kasus ini tidak hanya persoalan tanah. Namun juga menyangkut keberlangsungan pendidikan agama di wilayah tersebut.
Baca Juga: Identitas Dosen Unissula Ngamuk di RSI Sultan Agung hingga Diduga Pukul Dokter
“Romo Kyai Murodi adalah figur ulama tarekat. Santrinya ada di mana-mana. Kami hadir untuk mengawal beliau, karena di sini ada pusat pendidikan agama. Apakah tega jika tempat belajar anak-anak diruntuhkan?” ucapnya.