BATANG, AYOSEMARANG.COM - Korban kasus kekerasan seksual di pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Batang terus bertambah. Namun dari pihak kepolisian tidak ada yang bersedia menyebutkan jumlah pasti korban yang melapor saat ini.
Kapolres Batang AKBP Saufi Salamun tidak merespon saat dimintai keterangan.
Namun, santer beredar kabar bahwa korban yang melapor sudah berjumlah 22 orang, dari sebelumnya 14 orang santriwati.
Baca Juga: Kementerian Sosial akan Dampingi Santri Korban Pencabulan Pengasuh Ponpes Al Minhaj Batang
"Nggih (iya) bertambah tapi pastinya belum tahu, karena anggota masih di lapangan," ujar Kasatreskrim Polres Batang AKP Andi Fajar melalui pesan WhatsApp.
Maraknya kasus kekerasan seksual di berbagai instansi pendidikan pun menjadi sorotan DPRD Kabupaten Batang.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Batang, Junaenah merasa prihatin, kasus itu terus berulang. Karenanya, ke depan perlu monitoring berbagai instansi pendidikan yang dianggap rawan.
Seperti diketahui, kasus pencabulan di berbagai instansi beruntun terbongkar sejak Agustus tahun 2022.
Belum genap setahun, sudah ada lima kasus kekerasan seksual.
Pertama terjadi di sebuah SMP di Gringsing oleh seorang oknum guru agama. Berikutnya seorang guru ngaji berusia 55 tahun mencabuli bocah berusia 5 tahun.
Dilanjutkan aksi sodomi oleh seorang guru ngaji terhadap anak laki-laki, aksi mesum guru MA terhadap siswinya, dan terakhir kasus pencabulan dan persetubuhan Wildan Mashuri Amin, 57, seorang kiai terhadap para santriwatinya.
"Harus ada evaluasi terhadap pondok pesantren maupun satuan pendidikan lainya. Terutama di pesantren-pesantren itu harus tiap berapa bulan sekali ada sidak atau monitoring," ucap politisi PDIP itu saat ditemui di kantornya.
Pihaknya sangat kecewa, lagi-lagi tersangkanya seorang tokoh agama yang seharusnya dijadikan panutan malah berperilaku amoral.