AYOSEMARANG.COM -- Setiap 1 Muharram dalam masyarakat Jawa akan mengenalnya dengan sebutan 1 Suro.
Banyak tradisi yang dilakukan sehubungan dengan 1 Suro oleh masyarakat pulau berpenduduk paling padat di Indonesia ini.
Tradisi ini memang sudah dilakukan secara turun temurun terutama pada kota-kota kerajaan Islam di Jawa.
Bagi masyarakat yang dikenal memiliki bahasa yang halus dan bertingkat ini beranggapan bahwa 1 Suro bukan sekedar menyambut tahun baru saja.
Suro merupakan bulan pertama dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah.
Dalam sejarah yang terjadi khususnya di Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat Sultan Agung sebagai Raja kala itu berkeinginan menyatukan masyarakat Jawa untuk melawan penjajah.
Sultan Agung tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena perihal keyakinan lalu di satukanlah antara Santri dan Abangan sebutan kepercayaan Jawa kala itu pada setiap malam Jum'at Legi.
Di malam itulah dilaksanakan pengajian-haul dan ziarah kubur ke makam Ngampel dan Giri sehingga 1 Suro yang jatuh pada hari Jum'at legi dikeramatkan oleh masyarakat Jawa.
Baca Juga: Cemilan Bintang Selanjutnya, Buah Ketakutan, Buah Dad Say Yes, Artinya Apa? Cek di Sini Jawabannya
Suro juga dapat diartikan 10 atau hari kesepuluh di bulan Muharram namun perayaan tetap akan dilaksanakan pada malam 1 Suro bukan tanggal 10.
Dalam perayaannya pun masyarakat Jawa memaknainya dengan malam penghayatan-prihatin-religius dan meditasi.
Itulah makanya sebagian mereka melaksanakan berbagai ritual yang antara lain Puasa Mutih-Mandi besar tepat ditengah malam dan ziarah kubur atau di tempat yang disakralkan.
Tirakat dengan berjalan kaki sepanjang malam mengelilingi Benteng Keraton dengan tidak saling bicara.
Tradisi ini masih melekat pada mereka hingga saat ini khususnya bagi masyarakat Yogyakarta dan Surakarta hal ini karena di kedua kota ini merupakan generasi penerus dinasti Mataram.