BATANG, AYOSEMARANG.COM -- Sebanyak 10 Kepala Keluarga (KK) warga Dukuh Rejosari, Desa Pranten, Kecamatan Bawang, Batang menolak relokasi padahal terancam perluasan Kawah Siglagah, Gunung Sipandu.
Sekretaris Desa Pranten, Ela Nurlaila menyebut, kejadian penolakan relokasi perluasan Kawah Siglagah sempat ada miskomunikasi antara desa, BPBD, dan DPRKP.
Awalnya, warga Dukuh Rejosari antusias mendapat bantuan lewat rumah sistem panel instan alias ruspin.
Baca Juga: 10 KK Tolak Relokasi, Bupati Batang Takut Warganya Jadi Korban Perluasan Kawah Siglagah
"Dulu 10 rumah itu memang menghendaki relokasi, tetapi makin kesini mereka berfikir untuk hak atas tanah yang nantinya dibuat relokasi," jelasnya.
Sekarang 10 KK bertahan di bawah tebing Kawah Siglagah.
"Karena 10 rumah itu sudah sertifikat hak milik sedangkan rencana tukar guling antara tanah kas desa dan tanah hak milik warga butuh proses yang lama," imbuhnya.
Baca Juga: Tiap Tahun Ada Pelebaran Kawah Gunung Sipandu, 10 KK Masih Tolak Relokasi
Dia menambahkan, untuk deteksi peringatan dini bencana, pihak Pemdes, PT Geo Dipa dan BPBD telah saling berkoordinasi dengan memasang peralatan deteksi bencana.
"Sudah ada alat pendeteksi bencana dari PT Geo Dipa, kemudian dari BPBD juga sudah memasang lampu sorot untuk pemantauan jika terjadi longsor, warga juga sudah diberikan beberapa pemahaman terkait simulasi penyelamatan diri jika terjadi bencana," katanya.