regional

Pengelola Pelabuhan PLTU Batang Bantah Lakukan Tagihan Bodong, Beberkan Kesalahan Agen Kapal

Kamis, 16 Desember 2021 | 14:30 WIB
Kantor PT Aquilla Transindo Utama yang berada di Raya Sigandu - Ujungnegoro Batang.   Foto: Muslihun kontributor Batang

BATANG, AYOSEMARANG.COM- PT Aquilla Transindo Utama bantah melakukan dugaan kasus tagihan bodong atau fiktif di kawasan pelabuhan proyek PLTU Batang. 

Badan Usaha Pelabuhan (BUP) itu menampik semua pernyataan Direktur PT Sparta Putra Adhyaksa, Didik Pramono terkait kasus tagihan bodong

"Justru yang jadi korban itu kami, bukan mereka. Kami ini kepanjangan tangan pemerintah, dalam hal ini Kementrian Perhubungan yang ditunjuk mengelola pelabuhan  untuk perairan wajib pandu di sana," kata Humas PT Aquilla Transindo Utama, Agus Nurohman di kantornya, Kamis 16 Desember 2021. 

Baca Juga: Ada Kawasan Industri Terpadu, Batang Jadi Idola Studi Banding Pemda di Indonesia 

Ia menjelaskan bahwa perusahaannya mengurusi jasa pemanduan kapal dan penundaan kapal. Kewenangannya diberikan oleh pemerintah.

Tugasnya sudah diatur dalam peraturan menteri PM 57/2015 mengatur tentang pemanduan dan penundaan. Isinya kewajiban kapal minimal 500 GT menggunakan jasa pandu di area wajib pandu suatu pelabuhan.

Aturan itu berhubungan dengan standar operasional keselamatan kapal. Setiap kapal yang masuk pelabuhan juga punya kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pembayaran itu dihitung dari pembayaran jasa pandu kapal.

"Menjadi salah ketika mereka (kapal) masuk area pelabuhan tapi parkir sendiri tanpa melapor ke kami. Itu namanya nyelonong. Dan hal itulah yang mereka lakukan," ucapnya.

Agus merinci aturan kapal masuk pelabuhan yaitu 1x24 jam harus lapor ke Syahbandar setempat. Lalu, wajib meminta jasa pandu kapal. Prosedur itulah yang jadi dasar terbitnya surat izin berlayar (SIB) untuk keluar pelabuhan.

Agus menyebut jika tidak menggunakan jasa pandu serta membayar PNBP, maka ada sanksi yang menanti. Contohnya, pencabutan lisensi kru kapal hingga pencopotan izin operasional kapal.

Tapi, kapal dari PT Sparta tidak melakukan itu. Alih-alih, justru memarkirkan kapalnya sendiri. Bahkan, pernah parkir kapal tengah malam dan keluar sendiri.

"Mereka hanya lapor ke Syahbandar. Ketika ada laporan ke Syahbandar, otomatis ke kami dan harus ada perhitungan PNBP. Itu kewajiban mereka," jelasnya.

Di sisi lain, Agus juga membantah besaran nilai tagihan. Total tagihannya adalah Rp 121 juta, bukan Rp 320 jutaan.

Ia juga membenarkan pihaknya menerima pembayaran pada 13 invoice. Harga tagihan awal di kisaran Rp 40 juta itu berdasarkan harga kesepakatan awal.

Halaman:

Tags

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB