regional

Kekeruhan Informasi Berlangsung, Bahaya Jika Tidak Diluruskan

Kamis, 2 Juni 2022 | 21:05 WIB
Diskusi Terfokus (FGD) Kurikulum Cek Fakta & Literasi Berita di Sekolah yang digelar Patra Convention, Kamis 2 Juni 2022. (Dok AMSI Jateng)

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM – Indonesia sedang mengalami kekeruhan informasi. Berita yang benar bercampur dengan yang keliru. Jika tidak mempunyai kemampuan untuk menyaringnya, akan muncul dampak negatif yang membahayakan.

“Tidak sedikit peristiwa atau konflik yang dipicu oleh informasi yang keliru. Saya berharap ini jadi instrumen penting serta bekal yang berguna untuk menjadi filter saat kita disuguhi berbagai bentuk berita,” ujar Wakil Ketua AMSI Pusat Irfan Djunaedi yang juga koordinator kegiatan News Literacy Google di AMSI Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) saat membuka Diskusi Terfokus (FGD) Kurikulum Cek Fakta & Literasi Berita di Sekolah yang digelar Patra Convention, Kamis 2 Juni 2022.


Irfan mengatakan, FGD yang digelar di Patra Convention Hotel Semarang itu merupakan ikhtiar AMSI untuk memerangi tersebarnya berita bohong yang menyesatkan dan membawa korban.

Baca Juga: Pamit Pulang ke Indonesia, Atalia Istri Ridwan Kaml Ungkap Pesan Haru di Instagram

“Ini bukan sekadar tanggung jawab media, tapi juga semua stake holder literasi seperti sivitas akademika kampus, pendidik di sekolah, NGO, dan lain-lain,” terangnya.

Ketua AMSI Jateng Nur Kholis yang juga memberikan sambutan pada FGD yang akan berlangsung hingga Jumat 3 Juni itu juga mengungkapkan bahwa hoaks dan hate speech yang menguasai dunia digital saat ini sudah memasuki babak yang mengkhawatirkan. Hoaks yang mudah sekali menyebar di dunia maya ini juga berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan negara.

“Informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya menyebar secara masif di dunia maya dan banyak pengguna internet menelannya mentah-mentah,” ujarnya di hadapan para peserta FGD yang terdiri atas pengamat, pelaku, dan pembuat kebijakan pendidikan di Jateng dan DI Yogyakarta.

Situasi ini, lanjutnya, semakin diperparah dengan perilaku beberapa media digital yang menjadikan media sosial sebagai sumber berita. Di sinilah AMSI mencoba menyamakan persepsi bahwa media digital sama dengan cetak.

Baca Juga: Dua Tahun Ditiadakan, Tradisi Kliwonan di Batang Kembali Digelar

Menurutnya, media seharusnya tidak ikut menyebarkan hoaks.
“Dengan tingkat keterbacaan yang sangat luas, media siber (digital) bisa memengaruhi kebijakan publik. Maka, medsos tidak bisa menjadi sumber berita sepenuhnya. Bisa menjadi info awal, tapi harus digali lebih dalam lagi,” tegasnya.

Maka, Nur Kholis menekankan pentingnya memberikan literasi mengecek kebenaran berita atau yang lebih dikenal sebagai “cek fakta”.
“Nah, FGD ini bertujuan untuk mendiskusikan kemungkinan cek fakta dan literasi berita ini bisa dimasukkan ke kurikulum sekolah,” ungkapnya.


Wakil Komisi D DPRD Kota Semarang Rahmulyo Adiwibowo mengatakan Informasi palsu yang tersebar secara terbuka di berbagai platform digital dan media sosial harus diperangi lantaran bepotensi memicu terjadinya konflik di Indonesia. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan literasi untuk menyaring informasi ini.


“Kebebasan informasi sudah dilindungi UU nomor 14 tahun 2008. Tugas kita adalah menjaga kebebasan itu, karena informasi ngawur yang bebas tersebar akan memicu terjadinya konflik,” ungkap dia.

Rahmulyo menambahkan, ada orang-orang sengaja menyebar berita bohong di media sosial atau grup percakapan digital. Inilah yang terjadi akhir-akhir ini. Sejalan dengan itu, banyak orang yang malas membaca keseluruhan berita, hanya judulnya yang dibaca.

Halaman:

Tags

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB