PURWOREJO, AYOSEMARANG.COM -- Sekira 100 warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menggelar aksi bisu keliling desa yang berakhir di Kantor Desa Wadas, Kamis 14 Juli 2022.
Aksi bisu keliling desa Gempadewa ini ditujukan kepada pemerintah yang terus melakukan pengukuran tanah milik warga di Desa Wadas untuk menjadi lokasi tambang batu andesit.
“Kami melakukan aksi bisu karena kami sudah kehabisan kata-kata. Sudah belasan kali kami melakukan protes dan menempuh jalur hukum, tetapi pemerintah tidak pernah mendengarkan kami,” ujar Siswanto, salah seorang tokoh pemuda di Desa Wadas.
Baca Juga: Gus Ipul: Kalau Hanya Diambil Batu Andesitnya Saja, Wadas Tidak Akan Seramai Ini
Anggota Gempadewa melakukan aksi bisu ini saat Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo melakukan inventarisasi dan identifikasi pengadaan tanah Desa Wadas Tahap II.
Proses pengukuran tanah milik warga yang menyerahkan tanahnya untuk ditambang ini dilaksanakan sejak Selasa 12 Juli 2022 hingga Jumat 15 Juli 2022.
Lokasi tambang batu andesit sendiri akan mengambil tanah warga sekira 146 hektar yang terletak di perbukitan di Wadas. Batu itu akan digunakan untuk membangun Bendungan Bener yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terletak di Purworejo juga.
“Aksi ini adalah bentuk sikap kami bahwa masyarakat Wadas tidak takluk dengan uang ganti rugi, kami masih melawan rencana pemerintah menambang batu andesit di lahan pertanian milik kami,” tegas Siswanto.
Baca Juga: Tampung Aspirasi Massa Mahasiswa dan Warga Wadas, Ganjar Pranowo akan Sampaikan ke MA
Siswanto menjelaskan Gempadewa masih teguh menjaga alam Desa Wadas karena ingat dengan ajaran para kyai di Desa Wadas. Tambang itu merusak alam dan kewajiban menjaga alam itu harus dilaksanakan seperti kewajiban umat Islam menjalankan sholat.
“Sesepuh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari pernah mengatakan petani itu adalah penolong negeri. Jika kami para petani di Desa Wadas tidak punya tanah lagi, maka kami tidak bisa menjalankan fungsi kami menolong negeri ini dengan memproduksi berbagai hasil pertanian,” tambahnya.
Sekira pukul 13.30, warga memulai aksinya dari Dusun Randuparang, mereka berjalan menyusuri jalan desa dan berakhir di Kanor Desa Wadas.
Para anggota Gempadewa yang terdiri dari pria dan wanita itu menutup mulutnya dengan lakban, simbol mereka sudah kehilangan kata-kata, bertopi besek, simbol tradisi perempuan Wadas yang akan hilang karena bambu sebagai bahan baku membuat besek akan punah akibat tambang, dan membawa bibit tanaman sebagai simbol konsistensi mereka menjaga alam.