MAGELANG, AYOSEMARANG.COM – Gelaran Suadesa Festival 2025 yang berlangsung pada 10-11 Mei 2025 di kawasan Gasblock PGN Karangrejo, Borobudur, Magelang, membawa dampak positif yang signifikan bagi perekonomian masyarakat sekitar, khususnya para pelaku usaha homestay di Desa Karangrejo.
Salah satu warga yang merasakan manfaat langsung dari acara ini adalah Sri Irniati, pemilik Homestay Jogan Gumelar. Ia mengungkapkan rasa syukurnya terhadap pelaksanaan festival yang diinisiasi oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Festival yang mengusung tema “Energi Kemandirian Desa” ini merupakan bagian dari program Desa Energi Berdikari Pertamina yang dijalankan melalui pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) oleh PGN.
Tujuan utama dari festival ini ialah menghidupkan perekonomian desa melalui promosi produk UMKM serta pelestarian potensi lokal seperti pariwisata, budaya, dan kesenian tradisional.
Sebagai pelaku usaha homestay yang berlokasi di area pedesaan, Sri Irniati—yang akrab disapa Neni—sadar betul bahwa lokasinya yang jauh dari pusat komersial membutuhkan dorongan berupa kegiatan-kegiatan wisata agar dapat menarik kunjungan dari wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kegiatan seperti Suadesa Festival terbukti berhasil meningkatkan okupansi penginapannya. Ia mengandalkan pendekatan pelayanan yang sederhana, jujur, dan bersahaja dalam menyambut para tamu. Dengan strategi ini, homestay miliknya tetap mampu bersaing dengan akomodasi berbintang di sekitar Borobudur.
Pelayanan khas yang diberikan antara lain adalah membagikan hasil panen kepada tamu sebagai bentuk keramahan dan keakraban, sehingga para tamu merasa seperti berada di rumah sendiri.
"Seperti kalau panen pisang saya buatkan pisang goreng, adapula saat panen durian, rambutan, nangka dan sebagainya. Tak hanya itu ketika ada tamu saya usahakan selalu menyambut mereka sendiri meski saya sedang sibuk tetapi tidak pernah saya minta rewang (asisten) menyambut tamu," urainya.
Pendekatan ini terbukti ampuh. Mayoritas tamu yang pernah menginap memilih untuk kembali dan bahkan merekomendasikan tempatnya ke orang lain.
"Untuk itu, sampai saat ini saya tidak pernah iklan, semua yang datang hanya dari rekomendasi orang alias getok tular," jelasnya.
Dengan lahan seluas 2.000 meter persegi, Neni mengelola 13 kamar homestay lengkap dengan beberapa pendopo bergaya joglo. Tarif kamar yang ia tetapkan adalah Rp250 ribu per malam, sudah termasuk fasilitas AC dan ekstra bed. Ia mengaku tidak pernah menaikkan tarif meskipun saat musim liburan atau hari raya.
Dalam operasional sehari-hari, kebutuhan dapur homestaynya sepenuhnya bergantung pada Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas) dari PGN. Menurutnya, konsumsi gas bulanannya cukup tinggi dengan pengeluaran sekitar Rp360 ribu, namun tetap terasa hemat dibandingkan menggunakan gas tabung.
"Saya memang pelanggan terbanyak memakai jargas PGN. Habis sekian tergolong hemat dibandingkan saya memakai gas tabung," tutupnya.
Cerita serupa datang dari Eni Sutrisnowati, pemilik homestay lainnya di kawasan tersebut. Meski kamar-kamarnya tidak dilengkapi AC, namun selalu penuh oleh wisatawan.
Ia menyatakan meski kamar kamarnya tidak disediakan AC namun selalu full booking.