AYOSEMARANG.COM -- Indonesia memang kaya dengan keanekaragaman budaya dan ini merupakan aset yang perlu dilestarikan.
Banyak tradisi bangsa yang memiliki makna untuk menjaga kedamaian sebagai wujud rasa syukur.
Salah satunya adalah Grebeg Syawal yang merupakan warisan tradisi budaya luhur masyarakat Jawa yang masih lestari hingga saat ini.
Baca Juga: 7 Tempat Wisata Jogja Buka Saat Lebaran 2023, Cocok Untuk Keluarga dan Pacar
Dalam satu tahun Keraton Yogyakarta akan menggelar tiga kali tradisi upacara grebeg yaitu Grebeg Syawal, Grebeg Besar, dan Grebeg Maulud.
Khususnya Grebeg Syawal adalah sebuah upacara tradisional yang diselenggarakan oleh Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat atau lebih dikenal dengan Keraton Yogyakarta.
Gerebeg memiliki arti harfiah yaitu iringi-iringan prajurit dan abdi dalem dengan membawa gunungan dari keraton menuju Masjid Gedhe.
Gerebeg Syawal diselenggarakan Keraton Yogyakarta pada tanggal 1 Syawal atau tepat di hari pertama Idul Fitri.
Awal mula tradisi grebeg di Keraton Yogyakarta berasal dari tradisi Jawa kuno yang disebut Rajawedha.
Rajawedha merupakan simbol Raja dalam memberikan sedekah kepada rakyatnya agar terwujud kedamaian dan kemakmuran di wilayah kerajaan.
Baca Juga: Tempat Wisata Jawa Timur Paling Hits 2023! Pemandangan Eksotis dan Tiket Masuk Murah
Tetapi pada saat masuknya Islam di Kesultanan Demak Bintoro oleh Walisongo, tradisi tersebut digelar kembali sekaligus sebagai sarana dakwah Islam.
Yang saat itu dikenal dengan sebutan Sekaten yang berasal dari kata Syahadatain yang artinya berikrar memeluk agama Islam.
Dari Kesultanan Demak inilah akhirnya diikuti oleh Kerajaan Islam di Jawa dengan turut menyelenggarakan dan melestarikan tradisi grebeg atau sekaten tersebut.