AYOSEMARANG.COM -- Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin mengisi acara kuliah umum di Universitas Islam Malang (Unisma), Jumat (19/1) kemarin.
Acara digelar di Auditorium Prof Dr. KH.M Tholchah Hasan Gedung Al-Asy’ari Universitas Islam Malang. Dihadiri Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Pengawas, Dewan Pembina dan Pengurus Yayasan Unisma, Rektor, Para Wakil Rektor, Dekan dan civitas akademika Unisma.
Kuliah Umum yang disampaikan Wakil Presiden RI bertema Quo Vadis Moderasi Beragama Dalam Bingkai Merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Peradaban Dunia. Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin menyampaikan bahwa tema tersebut sangat relevan dengan peran Unisma sebagai kampus pelopor toleransi dan moderasi beragama.
“Karena itu, kami menyampaikan perasaan bangga kepada Unisma yang dipercaya Kementerian Agama sebagai kampus proyek percontohan dalam moderasi beragama,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, K.H. Ma’ruf Amin menyampaikan pesan agar seluruh komponen bangsa merawat toleransi, kerukunan, persatuan, dan harmoni sosial sebagai ciri Indonesia di dunia internasional.
“Pengalaman Indonesia dalam melaksanakan moderasi beragama telah menjadi referensi dunia dalam mengelola perbedaan dan keragaman di tingkat global,” ucapnya.
Menurut Wapres, perbedaan merupakan keniscayaan. Para pendiri bangsa Indonesia, telah berhasil merekatkan kemajemukan ini dengan UUD 1945 dan Pancasila. Kebhinekaan tidak semestinya menjadi perpecahan. Tetapi menjadi modal untuk maju.
“Syaratnya, harus cinta Tanah Air . Kecintaan ini harus dirawat dan dikelola sehingga menjadi kekuatan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata dia.
KH. Ma’ruf Amin menekankan akan urgensi moderasi beragama. Konsep ini hendaknya menjadi dasar dalam pembinaan mental maupun karakter keagamaan.
Sehingga tidak terjebak pada paham-paham sekuler, liberal maupun radikal. Pada dasarnya, kata Ma’ruf Amin, moderasi beragama menjadi simbol keseimbangan antara kehidupan beragama dan bernegara. Sehingga tercipta toleransi kerukunan di seluruh aspek kehidupan.
“Moderasi beragama adalah perisai untuk menolak pendekatan sekuler. Yang memisahkan agama dengan negara,” terangnya.
Dia menambahkan, moderasi beragama juga menciptakan harmonisasi tanpa mendiskriminasi atau mengabaikan salah satu agama. Konsep moderasi beragama sejalan dengan konsep Islam wasathiyah. Yang mengajarkan untuk menghindari ekstremitas dan mengajarkan konsep hidup yang seimbang.
Menurutnya, NU telah memposisikan cara berpikirnya sebagai organisasi moderat. Cara berpikir NU tawasuth. Artinya tengah-tengah. Moderat. Tidak liberal, tidak radikal atau tekstual.
“Dengan konsep itu, maka Unisma akan melahirkan orang-orang yang al mutafaqqih fiddin. Yang menguasai masalah keagamaan” ungkapnya.