Penghormatan untuk Gilbert Agius: Melati di Belantara Semak yang Berduri

photo author
- Senin, 5 Mei 2025 | 14:41 WIB
Gilbert Agius saat masih melatih PSIS Semarang. Gilbert sudah tidak menjadi pelatih PSIS pasca diberhentikan beberapa waktu yang lalu. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)
Gilbert Agius saat masih melatih PSIS Semarang. Gilbert sudah tidak menjadi pelatih PSIS pasca diberhentikan beberapa waktu yang lalu. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

Gilbert menerapkan sepakbola modern kepada Laskar Mahesa Jenar. Dia memaksa barisan pemain belakang musim 2023-2024 seperti Wahyu Prast, Lucao, Fredyan Wahyu dan Giovani Numberi untuk membangun serangan dari belakang.

Dalam hal ini Gilbert punya pemain yang mendukung visinya. Dia punya Boubakary Diarra yang jadi sentral lini tengah, atau seperti para pandit kuno bilang, "sang pengangkut air".

Diarra saat awal berseragam PSIS adalah gelandang yang tangguh dan punya fisik kuat. Saya lihat sendiri, Vo2 Max-nya paling tinggi di antara rekan-rekannya yang lain. Duetnya bersama Alfreanda Dewangga cocok di lini tengah. Diarra pemburu playmaker lawan, sementara Dewa covering area.

Satu yang Gilbert beruntung juga, dia punya Adi Satryo, bekas kiper Persik Kediri yang malah moncer direkrut PSIS. Sebagai kiper, Adi termasuk punya kepedean yang mengagumkan saat menguasai bola. Belum lagi, refleknya yang bagus sehingga membentuk pertahanan PSIS dengan cukup tangguh di musim itu.

Baca Juga: Penyebab Kegagalan Mengusir Jepang: Kunci Jawaban IPS Kelas 8 Halaman 179 Kurikulum Merdeka, Lembar Aktivitas 12

Bergeser di lini depan, PSIS menakutkan karena punya pemain asing yang bikin lini belakang lawan pasang kuda-kuda kuat, yakni seperti Taisei Marukawa, Vitinho, Gali Freitas dan Carlos Fortes.

Dengan kombinasi semua tadi, beberapa pandit menilai permainan PSIS menyerupai klub kuda hitam Liga Inggris, Brighton & Hove Albion. Kemudian yang istimewa, di akhir musim PSIS finish di urutan ke-6.

Memang di musim itu, PSIS juga tak lepas dari beberapa masalah (meskipun kapan sih PSIS pernah bebas dari masalah), namun secara keseluruhan, urutan itu adalah torehan paling cemerlang selama PSIS berkiprah di Liga 1.

Memasuki musim 2024-2025, di sinilah masa-masa kegelapan tiba baik untuk PSIS maupun Gilbert Agius. Banyak pilar angkat koper dari PSIS Semarang, termasuk legenda tim Hari Nur Yulianto. Sebagian besar berpindah ke Malut United (bahkan beberapa official dan kitman), beberapa pindah ke tim lain.

Ada-ada saja masalahnya. Mulai dari skuad yang hampir 80% berbeda, pemain pilar tiba-tiba cedera dan peluang-peluang emas depan gawang yang gagal jadi gol, isu keterlambatan gaji pemain yang tak henti-henti berhembus serta tak ketinggalan, konflik suporter vs Yoyok Sukawi. Hampir semusim ini, PSIS seperti tim-tim instan milik orang kaya yang tak memiliki suporter karena mereka melakukan aksi boikot.

Baca Juga: Teman Seangkatan UGM Tegaskan Keaslian Ijazah Jokowi: Kami Diwisuda Bareng!

"Kalaupun yang melatih PSIS adalah Guardiola atau Ancelotti, tetap saja mereka tak bisa berbuat banyak, coach," kata saya kepada Gilbert usai latihan. Dia sering merasa gagal dan minder apabila berhadapan dengan pelatih-pelatih punya nama di Liga Indonesia.

"Selamat coach kamu mengalahkan Bali United. Keren, bisa ngalahin Teco (Stefano Cugurra Pelatih Bali United)," puji saya usai PSIS mengalahkan Bali United.

"Tidak. Teco sudah 3 gelar Liga 1. Saya belum ada apa-apanya," timpal Gilbert dengan rendah hati.

Di musim keduanya pada 2024-2025, sebetulnya Gilbert tidak kosong banget. Dengan skuad yang pas-pasan, Gilbert mampu membangun organisasi tim yang apik meskipun harus mengubah skema. Kelak, Gilbert akhirnya mengakui jika dia memang sengaja mengubah skema yang awalnya 4-3-3 menjadi 3-5-2.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X