SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Penulisan aksara Jawa di papan nama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng ternyata salah tulis.
Parahnya, kesalahan penulisan itu bahkan sudah sejak tahun 2022. Kesalahan penulisan aksara Jawa ini terkuak oleh akun Instagram @nulisjawayuk, Senin 3 Maret 2025.
"Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah ternyata masih ada salah penulisan aksara jawanya," kata akun tersebut.
Dosen Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sucipto Hadi Purnomo mengaku prihatin dengan kesalahan ini terlebih sudah didapati sejak tahun 2022.
Baca Juga: Free Fire Beta Testing Apk Bikin Geger Dunia Maya, Garena Kasih Link Download Resmi
"Kalau benar tiga tahun, sungguh ironis, berarti orang-orang yang lalu lalang di sana tidak pernah membaca atau tidak pernah peduli," kata Sucipto, Rabu 5 Maret 2025.
Sucipto menambahkan salah satu kesalahan di papan nama itu adalah pada penulisan provinsi. Menurutnya aksara Jawa yang tertera tidak memenuhi kaidah aksara Jawa.
"Kata provinsi ada pangkon, itu tidak tepat karena no ketemu so tidak ada double aksara di situ, sehingga no itu mestinya tidak dipangku baru kemudian si, tapi keberadaannya so kalau pake pasangan maka menggantikan pangkon tersebut," paparnya.
Sucipto menambahkan, kesalahan tulis ini kendati sepele namun fatal sehingga kata "provinsi" tak bisa terbaca secara aksara Jawanya.
Baca Juga: Jalur Pemberhentian BRT di Jalan Pemuda akan Diperbaiki karena Rusak, Ini Lokasi Penggantinya
"Kata provinsi nggak kebaca itu, jadi pra kemudian taring tarung nggak kebaca. Bukan hanya salah tapi nggak kebaca," tegasnya.
Dari kesalahan itu, Sucipto menduga ada beberapa penyebab kenapa bisa terjadi. Pertama untuk penanggung jawab proyek pembuatan papan nama hanya mengandalkan aplikasi dalam menerjemahkan huruf latin ke aksara Jawa.
"Itu nembak dari Google, dimasukkan ke aplikasi maka yang kemudian terjadi tidak memenuhi kaidah penulisan, yang harusnya sederhana selesai pada tingkat SD untuk nulis aksara Jawa," ungkapnya.
Kemudian dari dinas sendiri juga tidak ada pengawasan yang ketat pada pekerja di lapangan. Jadi bisa menyebabkan miss komunikasi.