AYOSEMARANG.COM -- Kasus video deepfake bertajuk “Skandal Smanse” yang menjerat guru, siswi, serta alumni SMAN 11 Semarang terus berkembang. Perkembangan terbaru menunjukkan jumlah korban bertambah signifikan dan menimbulkan keprihatinan publik.
Kuasa hukum para korban, Jucka Rajendhra Septeria Handhry, mengungkap hingga kini sudah ada puluhan korban yang teridentifikasi. Sebagian besar adalah siswi aktif dan alumni sekolah tersebut.
“Yang kami tahu sampai dengan saat ini masih sekitar 30-an. Yang telah menunjuk kami sebagai kuasa hukum sudah ada 15 orang,” kata Jucka dikutip, AYosemarang.com, Jumat 24 Oktober 2025.
Baca Juga: Kaligawe Lumpuh karena Banjir, Pengendara Diminta Lalui Jalur Alternatif untuk Hindari Macet Panjang
Menurut hasil penelusuran tim hukumnya, lebih dari 1.100 file digital ditemukan di perangkat milik Chiko Radityatama Agung Putra, mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) yang juga merupakan alumni SMAN 11 Semarang.
“Untuk 1.100 itu kami belum tahu bentuknya editan atau apa, karena itu hanya diketahui dari file Google Drive yang isinya ada 1.100 foto. Kami belum tahu apakah masih mentah atau sudah diedit, dan apakah akan disebarluaskan kembali atau tidak,” sambungnya.
Jucka menambahkan, korban berasal dari berbagai latar belakang — mulai dari siswi aktif, alumni, hingga guru. Beberapa di antaranya bahkan berasal dari sekolah lain di Kota Semarang. Dari 15 korban yang resmi menunjuk kuasa hukum, sebagian besar masih berusia remaja antara 16 hingga 19 tahun.
Ia menegaskan, tim hukumnya membuka layanan pendampingan tanpa biaya bagi seluruh korban. Langkah ini dilakukan karena banyak korban mengalami tekanan sosial dan gangguan psikologis akibat penyebaran konten digital yang menyerang kehormatan mereka.
“Kami terbuka untuk mendampingi para korban secara gratis,” lanjjutnya.
Hasil penyelidikan juga menunjukkan, Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Tengah telah menemukan unggahan foto dan video hasil manipulasi wajah korban di platform media sosial X pada 15 Oktober 2025. Sejumlah korban telah memberikan keterangan resmi kepada penyidik.
“Beberapa korban telah mendapatkan panggilan klarifikasi, dan pada Senin 20 Oktober 2025, kami mendampingi mereka untuk memberikan keterangan atau BAP di Direskrimsiber Polda Jateng. Saat ini kami tinggal menunggu penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jucka menegaskan bahwa tindakan pelaku merupakan bentuk kekerasan seksual berbasis digital, dan termasuk pelanggaran berat terhadap hukum serta martabat manusia.
“Ini adalah kejahatan yang mencemari martabat manusia. Kekerasan seksual berbasis digital menimbulkan dampak traumatis yang mendalam bagi korban, tidak hanya dari sisi psikologis, tetapi juga sosial dan reputasional,” ucapnya.